Waspada Peredaran Obat Palsu Lewat Internet

By , Jumat, 5 Juni 2015 | 15:30 WIB

Peredaran obat palsu dan ilegal di Indonesia kian marak. Sebagian besar obat itu dijual melalui daring yang meliputi obat tradisional, generik, paten, dan obat bebas. Hal itu dinilai membahayakan kesehatan konsumen karena keamanan dan kualitas obat tak terjamin. Untuk itu, peredaran obat palsu harus segera diberantas."Dampak kesehatannya membahayakan masyarakat," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparringa seusai aksi simpatik Anti Obat Palsu, Senin (1/6), di Jakarta. Konsumsi obat palsu bisa menyebabkan sakit berkepanjangan karena kuman kebal pada antibiotik, bahkan kematian.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, peredaran obat palsu dunia 10 persen. Bahkan, di negara berkembang, seperti Indonesia, 25 persen dari jumlah total obat yang beredar ialah obat palsu dan ilegal.Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010 Tahun 2009 tentang Registrasi Obat, obat palsu ialah obat yang diproduksi oleh yang tak berhak se-suai undang-undang atau produksi obat dengan penandaan meniru identitas obat lain berizin edar.Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid menyatakan, peredaran obat palsu marak karena menguntungkan. Cara pembuatannya, antara lain, mencampur bahan baku dengan mesin pengaduk semen serta meracik zat kimia sebagai bahan obat secara sembarangan, tanpa cara pembuatan obat yang baik.

!break!

DaringSebagian obat palsu dan ilegal dipasarkan di apotek dan lewat daring. Obat palsu diproduksi pihak yang tak punya izin produksi, sedangkan obat ilegal ialah obat yang diedarkan tanpa izin. "Lebih dari 50 persen obat palsu dan ilegal beredar di online," kata Roy.Jumlah situs penjualan obat palsu dan ilegal yang ditutup BPOM terus meningkat. Pada 2011, BPOM menemukan 33 laman dan naik menjadi 83 laman pada 2012. Pada 2013 ada 129 laman, naik menjadi 302 laman pada 2014. Ada 132 situs obat tradisional yang tak jelas diblokir dengan nilai transaksi Rp 6,9 miliar.Ratusan laman itu menawarkan beragam obat palsu dan ilegal, antara lain obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan obat disfungsi ereksi. Berbagai laman itu ditutup, sebagian ditelusuri demi membongkar pelaku utama penjualan obat itu.Namun, penutupan laman tak memberi efek jera, apalagi pelaku mudah membuat laman baru. Karena itu, produsen dan pengedar obat palsu harus ditindak tegas. "Harus diusut hingga ke hulu dengan penegakan hukum secara konsisten dan berkesinambungan," kata Roy.Edukasi juga perlu ditingkatkan agar masyarakat cerdas memilih obat dan paham bahaya obat palsu bagi kesehatan. Hal itu untuk menghentikan permintaan obat palsu. "Jangan hanya mempertimbangkan harga saat beli obat karena biaya berobat akibat konsumsi obat palsu bisa lebih besar," ujarnya.Pihaknya juga mengintensifkan koordinasi dengan instansi terkait dan penegak hukum. "Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, kami menertibkan penjualan obat secara online. Perusahaan jasa pengiriman dilibatkan untuk menelusuri produsen obat dan jamu yang tak jelas," kata Roy.Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi Dorodjatun Sanusi menyatakan, kalangan pelaku industri siap membantu pemerintah memberantas peredaran obat palsu.