Puasa sudah di depan mata. Segenap kaum muslimin bersiap menyambut bulan Ramadan ini. Tak terkecuali penyandang diabetes. Hanya saja, untuk para diabetesi, sangat dianjurkan berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter terkait niatnya untuk berpuasa.
Konsultasi dengan dokter diperlukan oleh diabetesi sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadan, karena adanya peningkatan risiko atas dehidrasi, hipoglikemi, maupun hiperglikemi yang bisa terjadi. Mereka yang sakit, sebenarnya diperkenankan untuk tidak berpuasa, namun banyak diabetesi yang nyatanya tetap memilih berpuasa. Sebaiknya, sebelum dan selama puasa, diabetesi perlu mendapatkan pengawasan dari dokter. Sayang, faktanya tidak demikian. Survei yang dilakukan oleh Novo Nordisk terhadap 407 diabetesi dari 4 negara, yaitu Malaysia, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, dan Algeria, Oktober 2014, menunjukkan 43 persen diabetesi berpuasa tanpa pengawasan dokter. Baru 57 persennya saja yang berpuasa dengan pengawasan dokter.
Dari diabetesi yang berpuasa tanpa pengawasan, sebut dr. Luki Mulia, Sr. Medical Manager Novo Nordisk Indonesia saat temu media di Jakarta beberapa waktu lalu, sebanyak 36 persen melakukan perubahan sendiri terhadap regimen pengobatan mereka. Dokter biasanya tidak mengubah regimen pengobatan diabetes, ketika pasien mereka sedang berpuasa. Namun dokter dapat mengubah frekuensi, dosis, atau waktu pengobatan yang ada ketika seorang pasien sedang berpuasa.
Diabetesi yang berpuasa, di sisi lain, juga tetap mengkhawatirkan risiko hipoglikemi yang mungkin terjadi. Sebanyak 52 persen diabetesi, dari survei tersebut, mengatakan membatalkan puasa terkait hipoglikemi, 36 persen karena hiperglikemi, dan 72 persen karena kelelahan, pusing, maupun dehidrasi. Hipoglikemi, dikatakan Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, adalah ketika glukosa darah kurang dari 60 mg/dL. Saat terjadi hipoglikemi, diabetes harus mengakhiri puasanya. Hipoglikemi ini, biasanya ditunjukkan dengan sejumlah tanda. Adrifaza Baraka, penyandang diabetes tipe 1 yang menjalani ibadah puasa, mengatakan, ketika keringat dingin muncul atau mulai kliyengan, ia akan langsung berbuka puasa.
Selain merasakan tanda hipoglikemi, kadar glukosa darah yang rendah dapat diketahui dari cek glukosa darah dengan glukometer. "Saat berpuasa, lanjut Adri yang berkonsultasi terlebih dulu dengan dokternya sebelum berpuasa, saya biasanya mengecek kadar glukosa darah pukul 14 atau 15. Kalau hasilnya hipoglikemi, saya akan buka. Tetapi kalau tidak, puasanya saya lanjutkan hingga Magrib." Risiko yang terjadi tidak hanya hipoglikemi. Risiko lain yang dihadapi diabetesi saat berpuasa adalah hiperglikemi. Ini terjadi ketika kadar glukosa darah lebih dari 300 mg/dL. Ketika terjadi hiperglikemi, penyandang diabetes perlu membatalkan puasa. Mengingat risiko yang mungkin terjadi pada diabetesi saat berpuasa, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) merekomendasikan mereka mempersiapkan diri untuk pemeriksaan medis. Pemeriksaan ditujukan untuk kenyamanan pasien secara umum, mempertahankan kendali glikemi, tekanan darah, serta lemak darah.
Penilaian medis memang sebaiknya dilakukan 1-2 bulan sebelum puasa, agar dapat dilakukan penyesuaian diet, aktivitas jasmani, dan atau terapi obat yang digunakan.