Sebelum tahun 2008, rakyat Taiwan jarang menerima kunjungan wisatawan dari negara yang menjadi saingan politiknya, Tiongkok. Namun sejak Taiwan dan Tiongkok menandatangani kesepakatan di bidang pariwisata tahun itu, jutaan orang dari Tiongkok menyempatkan diri melihat-lihat pulau itu. Kini, baik wisatawan Tiongkok maupun warga Taiwan sama-sama mengeluh.
VOA melaporkan dari Taipei mengenai program baru pemerintah Taiwan untuk meredakan ketegangan yang meningkat.
Sudah tujuh tahun, wisatawan asal Tiongkok bisa mengunjungi Taiwan secara berkelompok. Namun mereka kerap mendapati, perjalanan bis biasanya menghabiskan waktu terlalu lama dengan terlalu banyak perhentian wajib yang dirancang untuk mendorong turis berbelanja.
Orang-orang Taiwan mengeluh, wisatawan asal Tiongkok biasanya gaduh, membuang sampah sembarangan dan suka menawar untuk belanja sedikit sekalipun Pemerintah Taiwan berharap bisa mengatasi keluhan itu dengan menawarkan sebuah program wisata khusus yang bisa menjamin cepat keluarnya izin berkunjung dan perjalanan wisata yang mulus bagi mereka yang bersedia menghabiskan banyak uang. Program ini sudah dijalankan pemerintah selama satu bulan.
Anthony Liao, direktur Phoenix Tours di Taipei, mengatakan, program yang dirancang untuk menarik kelompok-kelompok wisatawan kelas atas ini akan meningkatkan kunjungan wisatawan dari Tiongkok sebesar 10 persen. Mantan pengawas asosiasi perjalanan Taiwan itu mengatakan, wisatawan Tiongkok menginginkan kualitas kunjungan yang lebih baik di pusat-pusat wisata Taiwan.
"Katanya, adanya anggapan bahwa orang-orang Tiongkok daratan yang berkunjung ke Taiwan lebih rakus dari babi dan lari lebih cepat dari kuda. Liao mengatakan, itulah cara orang Taiwan mengolok-olok orang Tiongkok," kata Anthony Liao.
Sudah puluhan tahun, orang-orang Tiongkok daratan jarang mengunjungi Taiwan karena pemerintah Beijing menganggap pulau itu sebagai bagian dari wilayahnya dan para pejabat Taiwan khawatir arus masuk orang-orang dari Tiongkok akan melemahkan kewenangan Taiwan untuk mengatur pemerintahannya sendiri.
Setelah Presiden Taiwan Ma Ying-jeou mulai menjabat tahun 2008, kedua pihak mengesampingkan perbedaan politik mereka untuk mulai menandatangani kesepakatan--kesepakatan ekonomi yang mencakup perjanjian untuk membuka program wisata berkelompok.
Taiwan kini menerima sebanyak 5.000 turis setiap harinya, sehingga total kunjungan dari Tiongkok selama tahun lalu saja mencapai 2,8 juta orang. Kunjungan wisatawan itu menyumbangkan pendapatan sekitar 14 miliar dolar pada tahun lalu, atau lebih dari dua kali lipat dari yang diperoleh pada tahun 2008.
Masyarakat industri mengatakan, peningkatan kunjungan telah meningkatkan persaingan antara biro-biro perjalanan sehingga mengakibatkan penurunan harga dan kualitas layanan. Pertumbuhan pariwisata murahan ini membuat marah kedua pihak, sehingga mendorong pencarian cara-cara baru yang bisa mempertahankan keuntungan bagi hotel, restoran dan agen perjalanan.
Chen Kai-huang, manajer humas Grand Hotel,sebuah hotel bintang lima di Taiwan, berharap semua kalangan di Taiwan mendapatkan keuntungan dari pariwisata kelas atas.
"Katanya, kalau kelompok-kelompok wisatawan kelas atas dapat meningkatkan pengeluaran perjalanan mereka, itu akan menjadi bantuan besar bagi semua pihak di Taiwan. Ia menambahkan, bahwa meningkatnya persaingan di antara jenis bisnis apapun tak bisa dihindari sehingga tergantung bagaimana sebuah hotel mempromosikan keunggulan mereka," lanjut Chen Kai-huang.
Program yang diluncurkan sejak Mei itu memberi izin wisata ke Taiwan hampir seketika dengan syarat tinggal lama di hotel-hotel bintang lima dan mengeluarkan sedikitnya 60 dolar untuk makan siang dan malam dalam satu hari.
Berdasarkan program itu pula, bis-bis wisata tidak boleh menempuh perjalanan lebih dari 250 kilometer per hari, dan perhentian-perhentian wajib di tempat-tempat belanja dilarang. Kelompok turis kelas atas pertama, yakni 12 orang dari Shanghai tinggal lima hari di Taiwan, menghabiskan sekitar 1.400 dolar per orang.