Seorang enumerator sedang meletakkan satu sampel nyamuk di bawah mikroskop. Sejumlah 36 spesies teridentifikasi dari 9.821 spesimen yang berhasil dikumpulkan pada Riset Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vectora) 2015 di Kelurahan Kampal, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Sampai sejauh ini tim sudah berhasil mengoleksi beberapa jenis spesies nyamuk yang jarang terlaporkan ada. Sedangkan kepastian membawa atau tidaknya penyakit dari vektor tersebut masih menunggu hasil laboratorium dari Salatiga, Jawa Tengah. Riset yang berlangsung dari tanggal 15 Mei – 15 Juni 2015 ini bertujuan untuk menanggulangi penyakit infeksi yang ditularkan oleh binatang. Baik penyakit infeksi lama yang timbul kembali (re-emerging infectious diseases) ataupun penyakit infeksi baru (new emerging infectious diseases).
Riset Vektora kali ini, vektor penyakit yang akan dikumpulkan dari lapangan adalah nyamuk sebagai vektor penyakit Malaria, DBD, Chikungunya, Filariasis, dan JE (Japanese Enchepalitis) yang merupakan penyakit endemis di Indonesia. "Populasi juga kita hitung. Kadang kita belum menemukan kasus penyakit, tetapi bila populasi vektor cukup tinggi maka kita tahu tindakan preventifnya," kata kata Dr. Vivi Lisdawati, Msi, Apt, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP).
Menyinggung soal tindakan preventif, pengasapan memang paling banyak dilakukan dan sejauh ini efektif bila tepat sasaran. Masyarakat pun harus terbuka dan mendukung. "Terkadang ada yang rumahnya ditutup bila pengasapan. Nah, nyamuk demam berdarah kan justru ada di dalam air bersih. Bahkan bisa di dispenser rumah kita," kata Vivi. Dari riset ini diharapkan akan dapat diketahui penyebaran dan populasi nyamuk sehingga usaha preventif efektif dilakukan mengingat Indonesia termasuk endemis malaria dan demam berdarah.
Selain tim validator, SOP penelitian pun sudah standar. Untuk mengambil sampel nyamuk ada 3 cara yaitu umpan badan, umpan ternak (animal bite), dan upaya menangkap di kelambu. "Umpan badan kita pakai relawan yang berdiam diri untuk digigit nyamuk. Begitu nyamuk menempel di kulit, langsung kita ambil dengan alat," kata Ibrahim, salah satu enumerator untuk nyamuk. Kata Ibrahim, bila nyamuknya terlalu banyak, maka terpaksa relawan tersebut sampai kena gigitan. Hasil terbanyak yang pernah dikumpulkan yaitu 270 ekor nyamuk tertangkap dalam 1 jam dari 6 orang relawan.
Selain dengan umpan badan, juga dengan ternak dan kelambu. "Kalau di ternak, misalnya sapi, kita akan mengambil sampel nyamuk yang menempel di kandang," terang Vivi. Biasanya nyamuk betina yang menggigit akan menempel di kandang. Sedangkan nyamuk jantan tidak menggigit. Setelah sampel didapat, maka diamati morfologinya untuk menentukan jenisnya. Baru kemudian di-pinning (ditata di jarum dengan kertas perekat), untuk dijadikan spesimen nyamuk. Sementara di lapangan juga diambil sampel darah, dada, dan torak untuk diidentifikasi secara mikroskopis.
Jentik-jentik juga dikoleksi dari saluran air, genangan, kolam, genangan di daun, dan sumber-sumber air yang memungkinkan sebagai tempat hidup jentik nyamuk. Koleksi lengkap dari vektor ini penting tidak hanya untuk usaha preventif tetapi juga menyediakan spesimen untuk inovasi Litbang bagi kemandirian bangsa terkait obat, vaksin, dan alat diagnostik kesehatan lain.
"Dahulu sebelum ada aturan ketat soal pengambilan sampel, peneliti dari luar negeri (Eropa dan Amerika) banyak sekali mengambil sampel dari kita termasuk sampel nyamuk," kata Vivi. Kala itu, kita belum tahu bahwa sampel ini besar manfaatnya. Selain untuk dipelajari, mereka juga bisa menemukan vaksinnya. "Ini penyakit tropis, mestinya kita yang lebih paham dari mereka," tambahnya. Oleh karena itu, penelitian ini memilih melibatkan tim validasi dari dalam. Walau Vivi mengakui, tidak banyak ahli khususnya untuk peneliti yang mau menekuni bidang morfologi.