Dua yang Berjaga di Pintu Kesenian

By , Senin, 22 Juni 2015 | 15:00 WIB

Perhelatan seni Jogja Artweeks (JAW) Showcase telah memasuki hari ke-14 sejak pembukaannya pada 9 Juni 2015. Hal ini sekaligus mengisyaratkan bahwa gelaran ini hanya menyisakan lima hari lagi, dimana tanggal 27 Juni menjadi malam penutupan.

Menjadi bagian dari kegiatan pameran seni rupa terbesar di Asia Tenggara, Art|Jog, pameran ini bertempat di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM. Dibuka sejak pukul 10.00 dan ditutup bagi pengunjung pukul 21.00. Pengunjung dapat menikmati berbagai karya yang dipamerkan di dalam ruangan.

Namun beberapa karya diletakkan di luar ruangan. Yang pertama adalah “Pangkal Baik” dari Robert P. Yonathan. Karya ini diletakkan sebelum pintu masuk JAW Showcase. “Pangkal Bersih” adalah sebuah instalasi yang terdiri enam tempat sampah, “B”, “E”, “R”, “S”, “I”, dan “H”, yang merupakan implementasi dari karya temanya, “Hijau, Bersih, Asri”.

Dalam situs resmi JAW (jogartjournal.net), karya ini berasal dari sebuah obsesi akan adanya tempat sampah dadakan di tempat-tempat dimana banyak orang membuang sampah sembarangan. Obsesi itu diikuti pertanyaan, apakah sikap para pembuang sampah itu berubah dengan adanya tempat sampah dadakan? Atau tetap tidak peduli?

Selain “Pangkal Baik”, ada satu karya lagi yang ditempatkan di luar ruang pameran, yaitu “Music Box” milik Michal Mitro “Mizu”, yang diletakkan tepat setelah pintu keluar. Karya pemuda asal Slovenia ini adalah sebuah kotak musik yang dapat menghasilkan bebunyian tertentu ketika dioperasikan. Uniknya, bebunyian yang keluar dari kotak itu harus dibuat dulu lewat media kertas.

Sepasang pengunjung sedang melihat-dengar "Music Box" karya Michal Mitro "Mizu" yang dioperasikan oleh seorang volunteer Jogja Artweeks Showcase (21/6). (Ilham Bagus Prastiko)

Saya coba bertanya pada salah seorang volunteer tentang mekanisme “Music Box” ini. “Aduh, saya ngga tahu juga, Mas,” jawabnya. Namun sebagai gantinya, dia menunjukkan cara untuk menghidupkan karya tersebut. Mesin itu membaca sebuah kertas yang berisi lubang-lubang seperti tangga nada. Tiap lubang yang dibaca mesin akan menghasilkan bebunyian tertentu.

Masih lewat situs resmi JAW, sedikit dijelaskan konsep yang digagas Mizu melalui karya tersebut. Mizu mengajak dan melibatkan pengunjung sebagai pendengar sekaligus pencipta bebunyian di alat tersebut. Seperti diketahui selama ini, kotak musik bukanlah benda yang maklum dijumpai di Indonesia.

Dua karya tersebut, pun karya-karya dari seniman lain masih dapat dinikmati sampai tanggal 27 Juni 2015 dengan tiket masuk seharga Rp5000,-. Namun bagi yang sebelumnya telah mengunjungi Art|Jog|8 dapat masuk gratis. Syaratnya cukup dengan memperlihatkan tiket Art|Jog pada panitia di loket.