Belajar Menulis Bersama Buku untuk Papua

By , Selasa, 23 Juni 2015 | 21:00 WIB

Selepas Maghrib, 22 Juni 2015, gelak tawa menggema dari sebuah bangunan, di antara ratusan bangunan yang berdiri di Jl. Babarsari, Sleman Yogyakarta. Bangunan itu bernama Arcaf Arts & Café, dan satu orang yang menyebabkan seluruh orang di kedai itu tertawa bernama AA Kunto A.

Dalam acara Kelas Cerdas yang diselenggarakan oleh komunitas Buku Untuk Papua, peserta berkesempatan untuk bertemu Mas Kunto, seorang coach writter, dosen sekaligus jurnalis. Dia berdiri di hadapan 42 peserta untuk mengisi materi kepenulisan.

Sebuah proyektor ditembakkan ke sebuah layar, tepat di belakang Mas Kunto. Di layar itu, terdapat pesan kepada peserta untuk memberi pertanyaan kepadanya lewat pesan singkat/Whatsapp ke nomor ponselnya.

Di era modern, proses menulis biasa dilakukan dengan laptop.komputer. “Kalau ngga punya laptop pake apa?” tanya Mas Kunto. “Hape (ponsel),” dia menjawabnya sendiri. Sedang jika dirasa peserta tidak nyaman menulis dengan ponsel, dia menyarankan agar peserta menulis di kertas.

“J.K Rowling sebelas tahun nulis di kepala, sepanjang perjalanan naik kereta,” ujar dosen STIE BANK Yogyakarta ini saat memberi saran cara terakhir menulis. “Ada yang ngga punya kepala?” tanyanya bercanda. Seisi Arcaf Arts & Café tertawa.

Dia bercerita bahwa dia mulai serius menulis saat SMA, kemudian berlanjut di bangku kuliah bersama Pers Mahasiswa Balairung, UGM. Sampai hari ini dia telah menulis beberapa buku, salah satunya “Yang Pertama Yang Utama”, sebuah buku yang berisi kisah-kisah masyarakat Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya dalam mengupayakan hidup yang lebih sehat dan bermartabat.

Usai bercerita, dia mulai membacakan pertanyaan-pertanyaan dari peserta. Salah satunya dari Cosmas, yang menanyakan, apa yang harus dimulai terlebih dahulu, apakah menulis di media massa atau menulis buku. “Semuanya bisa,” jawab Mas Kunto.

Seorang peserta asal Papua, Manu mengatakan dia ingin menulis banyak hal tentang Papua. Namun dia bingung bagaimana cara menulisnya. Mas Kunto menjawab, bahwa lebih baik menulis satu dahulu. Setelahnya, menulis tema yang lain.

Jelas sudah, selain pandai melucu, Mas Kunto juga pandai membawa peserta untuk memahami dunia kepenulisan dengan sederhana.

Kelas Cerdas adalah kelas bulanan yang diselenggarakan oleh Buku untuk Papua. Selain Mas Kunto, hadir pula dua pembicara asal Papua, Demianus Nawipa dari Demimaki Libraru dan Michael Aloi dari Rumah Baca Kebar. Moderator acara ini tidak lain adalah penggagas Buku untuk Papua, Dayu Rifanto.

Peserta yang mendaftar kelas ini diwajibkan membawa (minimal) sebuah buku anak sebagai tiket masuk, yang kemudian akan disatukan dengan buku-buku anak yang sudah terkumpul sebelumnya. Buku-buku tersebut rencananya akan dikirim ke tiga rumah baca di Papua.