Mengenal Buku untuk Papua (2)

By , Rabu, 24 Juni 2015 | 16:30 WIB

Ada tiga rumah baca di Papua yang akan menjadi titik distribusi penggalangan buku dari komunitas Buku untuk Papua. Yang pertama rumah baca di Jayapura. Di lereng Cyclop, satu gunung besar di Jayapura. Orang jayapura lebih mengenalnya dengan nama Gunung Dafonsoro. Di lerengnya terdapat satu komunitas baru dibentuk, dan membutuhkan buku. Inisiatornya Agustinus Kambuaya, mengontak BUP untuk meminta bantuan buku. permintaan tersebut disetujui oleh BUP, dengan catatan akan mendata rumah baca yang ada di Papua, baru kemudian mengadakan penggalangan.

Yang kedua ada di Kebar, Tambraw. Inisiatornya Michael Ajoi, masih menempuh studi di UGM. Inisiatif ini muncul atas keresahan Himpunan Mahasiswa Kebar yang ada di Yogya mengenai kampung halamannya yang tidak memiliki rumah baca. Akhirnya mereka mendirikannya.

Yang ketiga diinisiasi oleh Demianus Nawipa, dengan rumah baca di daerah Paniai. Dia juga masih studi di Yogyakarta. Saat dia pulang ke Papua, dia merasa perlu melakukan sesuatu untuk rumahnya.

 “Nah, inisiator-inisiator begini yang harus kami bantu,” tegas Dayu. “Karena kalo kami tidak kenal mereka, siapa yang tau mereka akan gunakan?” Di gelaran ‘Kelas Cerdas’, Michael Ajoi dan Demianus Nawipa nampak hadir di ‘Kelas Cerdas’ petang itu, sekaligus berbincang dengan peserta.

Mengenai teman-teman yang datang dan terlibat dalam kegiatan Buku untuk Papua, Dayu ingin agar mereka bisa belajar berorganisasi, bisa belajar peduli, lalu kemudian bisa berkenalan dengan banyak orang. “Sehingga secara tidak langsung kemudian dia paham konteks, problem apa sih yang dialami di kotanya,” ujarnya.

“Karena ini inisiatif literasi dan sifatnya komunitas, jadi programnya masih sangat sederhana: ngumpulin buku, bantu rumah baca, dan bikin kelas cerdas,” jawab Dayu ketika ditanya tentang program yang dijalankan BUP.

Tidak seperti di Yogya yang masih hidup, beberapa komunitas daerah yang memakai brand BUP sudah hilang, menyusul tidak adanya kegiatan rutin. “Yang bikin di Jogja masih hidup, karena masih ada orang. Belum pada sibuk skripsi, dan lain-lain. Tapi tetap ada kemungkinan tutup.”

Ada dua cara mendukung Buku untuk Jogja.Yang pertama adalah donasi buku saat ada penggalangan. Dan yang kedua, donasi dana, yang dipergunakan untuk mengirim buku ke Papua.

“Dan yang ketiga, saya pikir kalo ada kegiatan2 seperti ini bisa dateng. Jadi teman-teman bisa bantu, bisa lihat, kondisi pendidikan di papua seperti itu.” Menurutnya, itu potret pendidikan yang harus diketahui semua orang.