Lembaga kebudayaan PBB mengatakan, Senin, penghancuran situs warisan di wilayah konflik oleh ISIS dan kelompok-kelompok militan lainnya dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
Komite Warisan Budaya UNESCO, yang bertemu di Bonn, mengangkat penghancuran kota kuno Hatra di Irak oleh kelompok Negara Islam (ISIS) dan menyatakan "kekhawatiran yang mendalam" terhadap kota warisan arkeologi Palmyra, yang diduduki oleh ISIS sejak bulan Mei. Keduanya termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
"Serangan-serangan dengan sengaja terhadap bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan agama, pendidikan, seni, sains ataupun kegiatan amal dan monumen-monumen bersejarah bisa disebut sebagai kejahatan perang," ujar komite tersebut.
Di bulan April, Jaksa Mahkamah Kriminal Internasional Fatou Bensouda mengatakan ia menerima berbagai tuduhan kekejaman yang luas di Suriah dan Irak oleh ISIS, demikian pula dengan "pengrusakan terhadap properti budaya," tapi mengatakan ia membuka penyelidikan karena baik Suriah maupun Irak tidak menjadi anggota mahkamah ini, dan para tentara asing yang dicurigai terlibat tidak berperingkat cukup tinggi untuk diajukan ke pengadilan.
Dalam resolusinya, UNESCO mengatakan "sangat terkejut" dengan serangan bertubi-tubi oleh ISIS dan kelompok-kelompok lainnya yang "ditujukan menghancurkan keanekaragaman budaya melalui penargetan.
UNESCO menambahkan dalam resolusi, keprihatinan lembaga ini terhadap meningkatnya jumlah ancaman terhadap warisan budaya melalui penjarahan dan penggalian ilegal "yang dapat dengan serius membahayakan warisan budaya yang tidak tergantikan, seperti situs-situs Warisan Dunia UNESCO di Afghanistan, Irak, Libya, Mali, Suriah dan Yaman.
UNESCO juga memperingatkan bahwa situs warisan dunia alami seperti di Niger, Kongo, Republik Afrika Tengah dan Pantai Gading dirudung oleh berbagai masalah "yang akan terus berlanjut setelah berakhirnya konflik."