Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa, tatapan bayi baru lahir dapat menjadi petunjuk bagaimana ia akan berperilaku beberapa tahun mendatang.
Dalam studi tersebut, peneliti memerhatikan 80 bayi yang baru lahir, yang berusia 1 hari sampai 4 hari dan diukur berapa lama tatapan bayi fokus pada gambar yang ditunjukkan ke mereka. Kemudian, ketika anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun, orangtua mereka diminta mengisi kuesioner tentang temperamen dan perilaku anak-anaknya.
Para peneliti menemukan bahwa bayi yang baru lahir yang melihat gambar dalam waktu singkat, cenderung lebih hiperaktif dan impulsif di masa kanak-kanak nantinya, ketimbang bayi baru lahir yang melihat gambar dalam waktu lebih lama.
Secara keseluruhan, bayi-bayi yang menatap dalam waktu lebih singkat memiliki masalah perilaku di masa kecil, menurut jasil studi.
“Kami telah menyimpulkan bahwa danya perbedaan antara bayi baru lahir dengan perhatian visualnya dapat menjadi prediksi bagaimana mereka berperilaku di masa mendatang,” ujar penulis studi Angelica Ronald, seorang profesor di Birkbeck, University of London.
Para peneliri mengatakan mereka belum mengetahui mekanisme apa yang menghubungkan perhatian visual bayi dengan perilaku mereka di masa kecil, namun para ilmuwan akan mengeksplorasi pertanyaan ini selanjutnya.
Para peneliti juga mengatakan bahwa mereka terkejut menemukan perbedaan besar antara bayi dan seberapa lama mereka mampu bertahan memerhatikan gambar, ujar Ronald. “Sebenarnya ini menunjukkan pada kita, bahwa bayi baru lahir bukanlah ‘papan tulis kosong’, tapi telah menunjukkan perbedaan antara yang satu dengan yang lain,” ungkap Ronald.
Perbedaan antara bayi-bayi ini memang sangat dini, bisa jadi karena genetik atau pengalaman mereka selama di dalam kandungan. “Bagi siapapun yang tertarik dalam menjalankan peran alamiah dan pengasuhan, penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan visual anak tak semua karena orangtua atau efek lingkungan setelah ia lahir,” papar Ronald
Para peneliti telah mengetahui kondisi yang menyebabkan orang sulit memerhatikan sesuatu, seperti attenton deficit hyperactivity disorder, yang sebagian diwariskan. Jadi, hal yang wajar jika ada perbedaan pada setiap orang, termasuk kemampuan untuk memerhatikan di segala usia. Namun, bagaimanapun juga penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan, kata Ronald.
Selain itu, para peneliti menekankan bahwa satu jenis perhatian bukan berarti lebih baik secara keseluruhan dibanding yang lain. Meskipun memiliki rentang perhatian yang sangat pendek dapat menghambat belajar seseorang, "tingkat variasi antara orang membuat kita berkembang pada hal-hal yang berbeda," kata Ronald.
"Ini mungkin mengapa satu orang berhasil sebagai pembalap mobil, di mana perubahan perhatian visual yang cepat diperlukan, dan orang lain unggul di sesuatu seperti seni rupa, di mana konsentrasi panjang pada rangsangan visual dibutuhkan untuk membawa banyak keuntungan," katanya.