Suatu eksperimen yang tadinya akan dilakukan untuk menguji kemampuan visual pada gurita dan ubur-ubur telah mengungkap sesuatu yang baru yang selama ini tak pernah disadari manusia: melihat polarisasi warna.
Polarisasi, properti cahaya ketiga selain warna dan terang ini menjelaskan arah dari osilasi gelombang cahaya.
Dr Shelby Temple, seorang peneliti dari Ecology of Vision Group in Bristol’s School of Biological Science menjelaskan bahwa pada umumnya, cahaya merupakan gabungan polarisasi. Namun terkadang, sejumlah besar gelombang berosilasi kea rah yang sama dan cahayanya akan terpolarisasi.
Pada beberapa jenis hewan seperti lebah dan semut, pola cahaya terpolarisasi ini digunakan sebagai alat navigasi. Sedikit sekali yang sadar bahwa ternyata manusia pun memiliki kemampuan yang sama untuk melihat cahaya terpolarisasi ini dengan mata telanjang sekalipun.
Pada penelitian uji kemampuan mata melihat cahaya polarisasi tersebut, ilmuwan menggunakan Haidingers’ brushes, sebuah efek visual yang diletakkan di sudut kanan dari sudut polarisasi. Kemudian, peneliti mengembangkan filter atau efek khusus untuk membedakan persentase cahaya terpolarisasi, yakni dari 0 sampai 100 persen, untuk melihat pada skala berapa Haidinger’s brushes itu dapat terlihat oleh mata manusia.
Hasilnya, dari 24 orang yang diuji diketahui bahwa tingkat sensitivitas polarisasi rata-rata adalah 56 persen.
Dr Juliette McGregor yang menjadi salah satu pemimpin studi ini menjelaskan, biasanya efek visual Haidinger’s brush itu akan segera menghilang dari pandangan manusia dalam hitungan detik, segera saat otak baru bereaksi untuk mendeteksinya. Itulah yang menyebabkan ada sedikit sekali manusia yang sadar bahwa mereka mampu melihat cahaya terpolarisasi pada kegiatan sehari-hari. Dr McGregor juga menjelaskan bahwa hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kornea pada mata manusia bisa dengan segera memengaruhi kemampuan mata untuk menangkap cahaya polar, meski berbeda-beda tergantung pada kemampuan mata tiap individu.