Kabar Muram Negeri Para Dewa

By , Jumat, 3 Juli 2015 | 13:35 WIB

Yunani, negeri tempat dahulu rasionalitas berkembang menggantikan mitos dan legenda para dewa, kini dirundung muram. Sihir Athena, dewi kebijaksanaan, yang juga putri Zeus, tak mampu menghadirkan kegembiraan.

Tak hanya orang tua, para pemuda di Athena-kota tempat dulu Plato mendirikan universitas pertama di Eropa, Akademia, dan menulis bukunya yang ternama Politeia-juga kehilangan daya hidup.

"Saya tidak melihat masa depan di Yunani," kata Dani Iordake (21). Pemuda itu terpaksa mengakhiri studinya di sebuah universitas di Athena untuk bisa membantu ibunya membayar semua tagihan. Krisis keuangan yang mendera Yunani sejak 2010 membuat negeri itu berada dalam krisis. Dengan angka pengangguran pemuda yang mencapai lebih dari 50 persen membuat sebagian pemuda memilih meninggalkan Yunani. Setidaknya, sejak 2010 lebih dari 200.000 orang pergi mencari peruntungan di negara lain.

Biara-biara berdiri kokoh di atas pilar batu alami dengan ketinggian sekitar 400 meter dari dasar lembah Peneas, di Thessaly, Yunani. Tempat yang menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO ini sudah digunakan oleh para rohaniawan semenjak abad ke-11. Saat ini, Meteora menjadi daya tarik utama di Yunani selain Athena dan Santorini. (Thinkstockphotos)

Ketika PM Yunani Alexis Tsipras tengah berdebat sengit dengan para kreditor Eropa untuk kucuran dana talangan baru, banyak warga Yunani yang pesimistis. Nasib warga yang memilih tidak meninggalkan Yunani berada dalam ketidakpastian. Karena itu, Marilena (22), terapis pijat di Athena, merencanakan pergi ke Jerman, menyusul kakaknya yang telah tinggal di negara itu. "Sebelum krisis, saya dibayar 1.300 euro (Rp 19 juta) bersih. Saat ini, saya tak mendapatkannya lagi, bahkan separuhnya pun tidak," katanya.

Di Jerman, kakaknya yang bergabung dengan angkatan bersenjata negeri itu digaji 2.000 euro (Rp 29,5 juta). Marilena menilai, keputusan meninggalkan Yunani tidak salah.

Duta Besar RI untuk Yunani Benny Bahanadewa mengatakan, banyak pekerja WNI hengkang dari negara itu. "Mereka sekarang mengeluh karena gaji diturunkan dari 600-700 euro menjadi 400-500 euro per bulan," ujar Benny.

Bahkan, tidak sedikit gaji pekerja dibayar dengan dicicil. Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Athena Johan Admiral mengatakan, mereka harus bersiap meminta bantuan jika dana tunai tidak lagi tersedia di bank. Saat ini, kinerja KBRI masih normal karena pihak kedutaan telah mengantisipasinya.

!break!

Sangat buruk

Meskipun migrasi bukan fenomena baru di Yunani, Lois Labrianidis, Profesor Ekonomi di Universitas Thessaloniki, mengatakan, jumlah migrasi semakin meningkat sejak krisis mendera Yunani. Labrianidis diminta pemerintah membuat kajian tentang upaya peningkatan investasi agar lulusan muda mau tinggal di Yunani, berharap pemerintah dapat melakukan negosiasi ulang dengan para kreditor.

Situasi keuangan Yunani saat ini memang berada dalam kondisi sangat buruk. Selasa lalu, negara itu gagal membayar utang 1,6 miliar euro kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Negara itu dikhawatirkan juga akan gagal membayar utang 3,5 miliar euro kepada Bank Sentral Eropa pada 20 Juli mendatang. Ketua Menteri-menteri Keuangan Uni Eropa Jeroen Dijsselbloem, Kamis (2/7), memperingatkan, situasi itu semakin parah karena perilaku Pemerintah Yunani. Menurut dia, program bantuan sulit diwujudkan jika Yunani memilih menolak program pengetatan yang ditawarkan kreditor.

Di tengah situasi memburuk yang ditandai dengan penutupan bank, warga Yunani pun marah kepada pejabat negara itu dan Eropa. "Biarkan mereka pergi ke neraka!" teriak seorang pensiunan.

Saat ini, banyak pensiunan tidak menerima uang. "Setiap bulan uang itu dibayarkan, tetapi bulan ini tidak," kata seorang pensiunan Bank Piraeus.

Tak mengherankan, di Thessaloniki, kota terbesar kedua setelah Yunani, sekitar 200 pensiunan berunjuk rasa di luar Bank Nasional Yunani. "Saya merasa malu dengan negara saya. Samaras dan Tsipras harus bertanggung jawab," kata pensiunan lainnya, menunjuk PM Alexis Tsipras dan pendahulunya, Antonis Samaras.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juli 2015, di halaman 1 dengan judul "Kabar Muram Negeri Para Dewa".