Berkabung untuk Indonesia lewat Kesenian

By , Senin, 6 Juli 2015 | 17:00 WIB

Dalam upaya mengkritisi situasi sosial dan politik yang terjadi di Indonesia saat ini, gabungan akademisi dari Universitas Sanata Dharma, Institut Seni Indonesia, Universitas Duta Wacana, Universitas Gadjah Mada dan seniman Yogyakarta menggagas sebuah proyek seni multi bidang bernama Seni Indonesia Berkabung (SIB).

Seni Indonesia Berkabung akan berlangsung dalam kurun waktu 6 bulan, terhitung Juli-Desember 2015.

Proyek seni ini dibuka dengan kegiatan ‘Melukis Bersama’ 10 seniman terkemuka Yogyakarta pada hari ini, Senin 6 Juli 2015 pukul 15.00 di Beringin Sukarno, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 10 seniman itu adalah Joko Pekik, Nasirun, Edi Sunaryo, Totok Buchori, Melodia, Arahmaiani, Bunga Jeruk, Laksmi Sitoresmi, Sigit Santoso, dan Andre Tanama.

Menurut Samuel Indratma dan Yuswantoro Adi selaku Ketua Seksi Melukis Bersama, acara ini juga akan dimeriahkan dengan pertunjukan Rampak Kendang dari Bantul.

Dalam siaran pers SIB disebutkan bahwa kurun waktu penyelenggaraan yang panjang ini dimaksudkan untuk mengingatkan ulah elit politik saat ini yang telah mematikan harapan masyarakat terhadap masa depan Indonesia yang maju dan sejahtera.

Berikut adalah tiga fokus tema eksplorasi yang dipilih dan diagendakan sebagai inisiatif dalam rangka membuka ruang aspirasi mengenai ‘harapan rakyat’, seperti dikutip dalam siaran pers Seni Indonesia Berkabung:

1. Menggugat Elit Politik yang Berkhianat pada Rakyat

Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, para elit politik justru hanya sedang bekerja untuk pemodalnya sendiri. Dukungan dan partisipasi rakyat tidak lagi dimaknai sebagai hutang yang harus ditanggung oleh segenap jajaran elit pemerintahan, namun justru diposisikan sebagai peluang pasar, dimana produk-produk kebijakan yang dipenuhi kepentingan para memilik modal akan dengan leluasa didistribusikan.

2. Menagih Janji Jokowi Maksimalisasi Peran KPK

Selama ini KPK telah mampu menegaskan kepada masyarakat bahwa tidak seluruhnya lembaga pemerintahan itu tak bisa diharapkan, tidak selamanya praktik korupsi itu tidak mungkin tertangani, dan KPK telah membuktikannya. Masyarakat pun mengakui serta membanggakannya, bahkan janji Jokowi pada waktu kampanyeuntuk memaksimalisasi peran KPK juga terlahir dari kesadaranya atas pengakuan dan kebanggaan masyarakat tersebut.

Tapi pada prakteknya ternyata semua harapan itu lagi-lagi harus ditangguhkan karena secara politis Jokowi berubah menjadi lemah justru setelah ia terpilih menjadi presiden. Kita tidak lagi bangga dengan Jokowi karena dia ternyata mudah ditelikung, bukan oleh musuh politiknya secara eksternal, tapi justru oleh oknum-oknum dari dalam lingkaran politiknya sendiri. Ini yang sangat nampak dalam upaya pelemahan KPK secara sistematis.

3. Mengingatkan Kembali Keistimewaan Jogja untuk Indonesia.

Hal yang istimewa dari Jogja itu bukanlah kekuasaan kerajaannya, posisi geografisnya, kejawaannya, atau bahkan orangnya, melainkan sejarahnya keberanian sikap politis yang mampu melampaui batas-batas formal kekuasaan dengan cara menghadirkan diri sebagai bagian dari satu kesatuan kepentingan bersama yang lebih besar: Indonesia.

Selain melukis bersama, proyek seni ini yang meliputi pameran seni rupa, festival musik, lomba puisi, lomba teater mahasiswa, lomba dan pameran poster, serta senimar. Kegiatan tersebut akan diselenggarakan di Universitas Sanata Dharma, Kampus Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Duta Wacana, serta Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri UGM.