Pembangunan Sekolah Khusus Anak Autisme di Indonesia

By , Kamis, 9 Juli 2015 | 10:00 WIB

Yayasan Pembinaan Anak Cacat Nasional akan mendirikan sekolah khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Targetnya, sekolah itu bisa menjadi salah satu pusat studi dan laboratorium autisme di Indonesia.

Sekolah khusus disabilitas autisme tersebut didirikan di Kabupaten Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah, sebagai bagian dari Sekolah Mitra Ananda asuhan YPAC Nasional.

"Peletakan batu pertama sudah dilakukan pada Juni 2014. Menurut rencana, sekolah khusus autisme itu bisa diresmikan pada November 2015," kata Imbari Kusuma Sembada, Ketua Umum YPAC Nasional, pada acara penyerahan dana Rp 4,2 miliar oleh Indomaret untuk pembangunan sekolah khusus autisme di Jakarta, Rabu (8/7).

Dana itu berasal dari sumbangan para pelanggan Indomaret. Turut hadir Direktur Pemasaran PT Indomarco Prismatama Wiwiek Yusuf.

Sekolah Mitra Ananda menerima siswa-siswa dengan segala bentuk disabilitas, kecuali netra karena belum memiliki peralatan memadai. Untuk saat ini, terdapat 30 siswa dengan disabilitas autisme. Jumlah tersebut akan ditambah menjadi seratus orang ketika sekolah selesai dibangun.

Sekolah dengan luas bangunan 1.000 meter persegi ini akan dilengkapi dengan laboratorium dan berbagai macam ruang terapi untuk autisme, seperti terapi sosiomotorik, snozolen, dan air.

Biaya sekolah anak dengan autisme adalah Rp 500.000 setiap bulan, dengan tambahan Rp 20.000 untuk setiap terapi. YPAC Nasional menggunakan sistem subsidi silang untuk menutupi biaya-biaya tersebut.

"Ada donatur yang menyumbang uang, tetapi ia tidak menyebutkan peruntukan yang spesifik. YPAC lalu mengalokasikan sumbangan tersebut ke dalam biaya pendidikan anak," tutur Sekretaris Umum YPAC Nasional Judith Simbara. Selain itu, YPAC juga mencarikan orangtua asuh untuk mengayomi anak-anak yang tidak mampu agar dari segi pembiayaan mereka lebih terjamin.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, dari setiap 150 anak, terdapat satu anak dengan autisme. Adapun berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2009, 22,5 persen penduduk Indonesia memiliki disabilitas intelektual, seperti autisme, tunagrahita, dan down syndrome.

Kesetiakawanan sosial

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Andi ZA Dulung mengatakan bahwa sumbangan dari masyarakat amat membantu pemerintah karena anggaran negara tak bisa memenuhi kebutuhan pemberdayaan masyarakat sepenuhnya. Bahkan, setiap tahun, Kementerian Sosial berhasil mengumpulkan minimal Rp 100 miliar yang digunakan untuk menambal kekurangan dana pemerintah.

Oleh karena itu, lembaga dan yayasan pengumpul dana harus bisa bekerja secara jujur dan transparan karena masyarakat tidak akan mau menyumbang tanpa ada jaminan kepercayaan. "Masyarakat juga jangan segan untuk menghubungi call center Kemsos untuk mengecek legalitas lembaga," ujar Andi.