Petugas badan cuaca nasional BMKG mengatakan, jumlah titik api terbanyak sementara terdapat di pulau Sumatera, di antaranya provinsi Riau, Sumatera Selatan dan Jambi.
Warga kota Jambi, Erdiandi Khaerul (28) mengatakan, pernafasan terganggu akibat kabut asap. Cuaca cukup panas menyengat, kabut asap dirasakan pagi dan sore hari di Jambi.
“Cukup mengganggu ya, pernafasan ketika kita beraktifitas pagi hari. Kabut asap terasa pagi dan sore, siang agak kurang, udara panas sekali,” katanya.
Belum ada distribusi bantuan masker khusus untuk warga, namun petugas bencana dan dinas kesehatan setempat sudah sejak dua pekan lalu mengimbau warga tetap waspada beraktivitas di luar ruangan, tambah Erdiandi.
Petugas piket badan cuaca nasional BMKG Agie Wandala Putra mengatakan Minggu di Jakarta (5/7), puluhan titik api terdapat di Sumatera dan Kalimantan.
“Bedasar pantauan satelit, untuk Sumatera terdapat 21 titik api, Jambi 2 titik api, Riau 12, Sumut 5 titik api, Sumsel 2 titik api, sementara Kalimantan ada 18 titik api,” jelasnya.
Agie menambahkan, fenomena El Nino moderat berupa cuaca ekstrim disertai kemarau panjang, mulai berdampak ke sejumlah wilayah di tanah air.
“Kemarau sampai November mendatang baru ada peralihan. Akibatnya sejumlah wilayah dilanda kekeringan dan warga waspada untuk tidak melakukan pembakaran di Sumatera dan Kalimantan karena cukup kering ya.”
Sejak dua pekan lalu, berdasar data-data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memicu petugas gabungan melakukan operasi hujan buatan guna memadamkan titik api di sejumlah wilayah di Sumatera, terutama di provinsi Riau.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB menyatakan, kebakaran belum dapat dipadamkan mencapai 70 hektar di wilayah Riau, diduga kebakaran dilakukan karena aktivitas pembersihan dan pembukaan lahan.
Sementara, petugas badan cuaca nasional (BMKG) provinsi Aceh menyatakan, akibat kenaikan suhu udara yang mencapai 36 derajat Celsius di provinsi itu terdapat 11 hot spot (titik api).
Warga Banda Aceh Siti Jamilah (31) mengatakan, cuaca panas di Aceh belum mengakibatkan aktifitas warga kota terganggu.
“Kering (kemarau) kita di sini, kemarau sejak awal bulan puasa ini,” katanya.
Sementara menurut warga Aceh lainnya, Joni Rachman (27) mengaku, sejumlah wilayah di Aceh Besar dan Banda Aceh sempat diguyur hujan lebat hari Sabtu (4/7).
“Sejak awal Ramadan cuaca panas sekali, baru kemarin hujan seharian, Aceh diguyur hujan, Alhamdulillah.”
Petugas-petugas gabungan meyerukan pelaku korporasi dan warga di Sumatera dan Kalimantan tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara pembakaran karena bisa mengakibatkan kebakaran hutan dan menimbulkan bencana asap yang cukup merugikan.
Baru-baru ini, Presiden RI Joko Widodo menyatakan tekadnya, tahun 2015 menjadi tahun prioritas kinerja pemerintahannya dalam menekan dampak bencana asap di tanah air.
“Ada masalah-masalah yang setiap tahun selalu berulang, masalah gambut yang terbakar, itu yang mau kita selesaikan. Kalau lapangannya kita kuasai , dan masalahnya kita ketahui memutuskannya lebih mudah. Terkait (perizinan) perusahaan-perusahaan perkebunan, itu urusannya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI,” katanya.
Kalangan aktivis lingkungan dari berbagai organiasi pro demokrasi mengaku melalui kementerian terkait telah menyerahkan dokumen-dokumen yang memuat mengenai temuan mereka terkait praktik korporasi perkebunan yang diduga menjadi penyebab kebakaran lahan gambut dan hutan di Sumatera dan Kalimantan. Aktivis mendesak pemerintah proaktif menindaklanjuti laporan tersebut.
Analis mengatakan, pada tahun 1997 akibat dampak El Nino disertai kemarau panjang yang memicu kekeringan di Australia, Afrika dan sebagian besar Asia. Gagal panen menyebabkan kerugian mencapai US$ 35 Miliar di seluruh dunia. El Nino juga memicu kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan bencana kabut asap parah, menyebabkan wilayah Asia Tenggara mengalami kerugian sekitar US$ 9 miliar karena ditundanya perjalanan udara dan aktivitas-aktivitas bisnis lainnya.