Warga Dusun Tenges-enges, Dasan Tapen, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), memiliki tradisi khas pada bulan Ramadhan.
Mereka menyalakan 'dile jojor', sejenis obor yang berasal dari buah jamplung yang dibakar. Oleh warga setempat, tradisi ini disebut dengan tradisi 'maleman'.
Menurut HM Kurdi, maleman dilakukan pada setiap malam ganjil di bulan Ramadhan yakni tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan.
Tradisi maleman dengan menyalakan dile jojor, telah dilakukan warga Dusun Tenges-enges sejak jaman dulu. Tradisi ini bertujuan agar warga tetap terjaga dan beribadah untuk menyambut malam Lailatul Qadar.
"Itu maknanya sejak malam ke-21 harus terus terjaga saat malam, menjaga Lailatul Qadar untuk ibadah," kata Kurdi.
"Supaya imannya semakin terang seperti itulah malam lailatul qadar," lanjut Kurdi.
Proses ini diawali dengan membawa 'dulang' berisi nasi dan lauk-pauk ke masjid. Setelah waktu magrib tiba, warga bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama yang telah berkumpul di masjid menyantap hidangan berbuka yang telah disiapkan dalam dulang.
Dile jojor dinyalakan setelah ibadah shalat magrib. Dusun yang semula gelap ini menjadi terang terkena sinar dari nyala api dile jojor. Pria, wanita dan anak-anak di kampung ini meletakkan dile jojor di setiap sudut rumah dan tempat pemakaman desa.
Suasana tempat pemakaman umum pun ramai karena semua warga berkumpul untuk menyalakan dile jojor di makam anggota keluarga mereka.