Apa Sebenarnya Kabut yang Menghiasi Pluto?

By , Senin, 27 Juli 2015 | 14:30 WIB

Tak ada perjumpaan yang tak berakhir. Itu juga yang terjadi dalam perjalanan New Horizons. Bahkan saat tulisan ini dibuat, New Horizons sudah cukup jauh meninggalkan Pluto. Jarak 15 juta km bukan jarak yang dekat bukan?

Perjumpaan singkat itu bahkan hanya mengizinkan Wahana Antariksa dari Bumi itu berpapasan dengan Pluto. Tapi bahkan dengan berpapasan pun ada banyak kisah yang diceritakan bagi penduduk Bumi. Kisah tentang sebuah dunia beku yang selama ini penuh misteri akan segera berubah. Bahkan akan ada buku-buku baru dengan revisi cerita tentang Pluto.

Dan kisah itu belum usai meski salam perpisahan sudah disampaikan.

New Horizons memotret Pluto dari jarak 370 ribu km dan 2 juta km yang membuat semua orang di Bumi terpana! Wajah Pluto dari sisi lain. Sisi yang tidak menerima sinar Matahari. Sisi malam dari dunia beku di tepi Tata Surya berhasil dipotret oleh New Horizons aimed its Long Range Reconnaissance Imager (LORRI)

Dalam foto ini Pluto tampak spektakuler karena wajah gelapnya berhiaskan cincin kabut yang bersinar dengan indahnya. Kabut itu adalah atmosfer yang menyelimuti Pluto dan tampak bersinar oleh sinar Matahari yang dihalangi Pluto. Spektakuler! Indah! Cantik!

Lapisan kabut yang melingkari Pluto tersebut tampak melebar sampai dengan ketinggian 130 km di atas permukaan Pluto. Hampir lima kali lebih tinggi dari dugaan para astronom yakni 30 km di atas permukaan.  Kabut yang melingkari Pluto memperlihatkan 2 lapisan berbeda. Lapisan pertama berada pada ketinggian 50 km dan yang kedua pada ketinggian 80 km.

Dan untuk pertama kalinya, prakiraan cuaca di Pluto bisa dibuat. Cuacanya: Berkabut, dingin dan kelembaban sangat rendah!

Ada yang menarik dari kisah atmosfer di Pluto. Tahun 1989, Pluto berada pada titik terdekatnya dengan Matahari dan semenjak itu ia kembali menjauh untuk memulai perjalanan 248 tahunnya untuk kembali ke titik terdekatnya itu. Saat Pluto menjauh, seharusnya atmosfernya membeku dan runtuh ke permukaan. Pada kenyataannya dalam beberapa dekade terakhir atmosfer Pluto justru semakin rapat. Jelas kalau hasil pengamatan para astronom bertentangan dengan teori yang ada. Atmosfer yang didominasi nitrogen seharusnya membeku dan turun ke permukaan Pluto saat ia menjauh dari Matahari.

!break!

Wahana NASA New Horizon telah melakukan perjalanan selama sembilan tahun untuk mendekati Pluto. (BBC Indonesia)

Entah kebetulan atau memang New Horizons tiba di saat yang tepat, atmosfer Pluto yang dilihat New Horizons mengalami penurunan massa sampai setengahnya. Yang artinya, New Horizons tiba saat Pluto mulai kehilangan atmosfernya sesuai prediksi para astronom.

Foto Pluto yang spektakuler tersebut mirip dengan foto Titan yang dipotret Wahana cassini pada tahun 2010.  Kabut yang serupa juga tampak di Titan yang memiliki tekanan lebih rendah dari tekanan permukaan di Pluto. Dari percobaan yang dilakukan Sarah Hörst saat meneliti kabut di Titan,  kabut bisa terbentuk pada kondisi tekanan yang sangat rendah dan dan nitrogen memainkan peran yang sangat penting untuk membentuk kabut. Selain itu, kehadiran karbon monoksida justru meningkatkan pembentukkan kabut.

Atmosfer di pluto terbentuk ketika es di permukaan Pluto menyublim menjadi gas. Dari informasi komposisi di dataran Sputnik, bisa kita ketahui juga kalau atmosfer di Pluto memiliki komposisi yang hampir mirip yakni disusun oleh es nitrogen, karbon monoksida dan metana.  Jadi, dengan komposisi atmosfer es nitrogen, metana dan karbon monoksida maka kabut bisa dengan mudah terbentuk.

Jika kehadiran nitrogen memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukkan kabut, maka kabut di Pluto juga menjadi petunjuk penting akan apa yang terjadi di permukaan. Kabut yang tampak tersebut merupakan elemen utama terbentuknya senyawa hidrokarbon kompleks yang menorehkan warna merah di permukaan Pluto.

Bagaimana ceritanya?

Kabut tersebut terbentuk saat sinar ultraungu Matahari memecah gas metana di lapisan atas atmosfer menjadi gas ethylene dan acetylene. Kedua gas hidrokarbon ini kemudian pindah ke lapisan atmosfer yang lebih rendah dan lebih dingin. Di lokasi baru tersebut gas hidrokarbon kompleks kemudian berkondensasi menjadi partikel es yang membentuk kabut. Sinar ultraungu Matahari kemudian melakukan tugas berikutnya yakni mengubah kabut menjadi tholin, senyawa hidrokarbon gelap yang kemudian mewarnai permukaan Pluto.