Inilah Kisah Para Pendaki Gunung Lawu yang Sempat Tersesat

By , Jumat, 31 Juli 2015 | 09:00 WIB

Suasana rumah Arif Zainal Arifin (40) orang tua dari Reffi Rifela (18), Sasiarti Satsuni (11) dan Angger Abdul Triyaji (8) di Kampung Sidodadi, RT 05 RW I Pucangsawit, Jebres yang merupakan korban tersesat di Gunung Lawu tampak ramai didatangi banyak orang, Kamis (30/7). 

Bahkan Sasi dan Abdul terlihat ceria dan sudah bisa bermain dengan teman-temannya kendati terlihat capai, lain halnya kakaknya Reffi Rifeli (18) yang masih syok atas kejadian yang menimpanya dan terus berada di dalam kamar. 

Diceritakan saat rombongan mau turun harusnya lewat jalan yang belok bukan malah lurus. Padahal, Abdul sudah mengingatkan kalau jalannya itu yang belok bukan lurus karena memang masih ingat jalan saat mendaki. Tapi empat orang malah pilih lurus dan akhirnya semua mengikuti, tanpa disadari mereka tersesat dan istirahat di Sendang Derajat sekaligus bermalam. 

"Sudah diingatkan kalau jalannya belok tapi malah lurus," ujar Abdul yang didampingi ayahnya, Kamis (30/7). 

Saat berada di atas masih menyimpan bekal yang masih tersisa, yaitu biskuit, apel, mie instan, dan air mineral. Bahkan setengah apel dibagi untuk bertujuh sampai akhirnya Rabu (29/7) ditemukan TIM SAR dan langsung dievakuasi ke bawah. Mereka juga sempat mampir di Warung Mbok Yem yang ada di puncak untuk makan. 

"Untung saja tindak pencar masih bersama-sama. Tidak putus asa dan terus berpikir dengan istirahat di Sendang Derajat, bekal yang tersisa dibagi," katanya.Kendati sempat tersesat, dia pun tidak kapok dan masih berani naik gunung lagi. Bahkan rencananya, 17 Agustus nanti berancana akan naik Gunung Lawu lagi tapi bersama kedua orang tuanya. "Masih berani dan tidak kapok, ingin naik gunung lagi," imbuhnya.

Arif Zainal Arifin mengatakan merasa bersyukur anak-anak bisa ditemukan, untung saja selalu bersama-sama terus tidak berpencar sampai ditemukan di Sendang Derajat. Mereka juga berpikir untuk istirahat di sendang, apalagi katanya jika lampu senter untuk penerangan batu baterinya habis. 

"Abdul itu masih ingat jalur pas naik, saat turun saja harusnya belok kanan tapi malah lurus. Abdul sudah mengingatkan, padahal baru naik dua kali ini yang pertama pas tahun baru kemaren," terangnya. 

Dirinya bersama istrinya hanya mengantar dan menunggu di Cemoro Kandang tidak ikut naik. Sebenarnya mau ikut naik tapi tidak boleh akhirnya tidak jadi, karena selain anaknya Sasi dan Abdul sudah pernah naik temannya juga sering naik. Makanya tidak ikut apalagi mereka masih muda-muda. 

"Kami hanya menunggu dibawah saja tidak ikut naik mendaki. Naik bersama teman-temannya yang sudah biasa naik jadi tidak khawatir," ungkap pria asli Surabaya ini. 

Tapi pas waktunya turun ternyata mereka belum turun juga. Dirinya mencoba menghubungi dan meraka masih berada di puncak untuk foto, bahkan menghubungi pemilik warung Mbok Yem dan bilang sudah turun. Setelah itu tidak ada kontak, saat pencarian dirinya ikut naik bersama Tim SAR. 

"Selasa pagi saya masih kontak nyambung tapi siangnya sudah tidak nyambung lagi. Saat ditemukan untungnya tidak apa-apa, bahkan saat dievakuasi jalan sendiri dan sempat istirahat untuk makan," paparnya yang hobi touring ini. 

Dirinya tidak mempersalahkan jika anak-anak diajak mendaki, memang salahnya kemaren terlalu percaya melepas anak-anaknya bersama temannya naik ke Gunung Lawu tanpa pendampingan yang tahu medan dilapangan kendati mereka sudah pernah naik. Kalau ada pendamping tidak masalah, ini juga untuk pendidikan, olahraga, bertahan hidup maupun saling berbagi dan kompak.

"Saat saya mau touring atau mendaki selalu ngajak anak-anak mau ikut atau tidak. Saya memang suka naik gunung mulai tahun 1994 bersama istri, tidak perlu ada pembatasan usian untuk mendaki asalkan ada pendamping yang tahu medan," tandasnya.