Di musim kawin, gajah laut jantan akan menghadapi keadaan sulit di mana mereka harus saling bertarung dengan para jantan lainnya untuk bisa mendapatkan betina.
Tak main-main, pertarungan sengit itu bisa mengakibatkan pertumpahan darah.
Menurut studi, para gajah laut bisa menghindar dari perkelahian yang mengancam nyawa mereka dengan mempelajari “panggilan” lawannya.
Kesimpulan itu didapat dari studi yang dilakukan oleh tim yang berasal dari UC Santa Cruz, Caroline Casey dan Colleen Reichmuth. Mereka berdua mengamati perilaku gajah laut utara sejak tahun 1960. Dari penelitian mereka, diketahui bahwa komunikasi dalam bentuk suara adalah hal penting untuk para gajah laut. “Panggilan yang dilakukan para gajah laut jantan digunakan sebagai tanda. Tiap-tiap individunya memiliki panggilan yang khas dan berbeda. Para gajah laut akan mempelajari suara panggilan dari para pesaingnya, agar tahu bagaimana cara merespon mereka ketika musim kawin tiba,” jelas Casey.
Dari hasil studi yang dimuat di jurnal Royal Society Open Science ini, para gajah laut akan menunjukkan status sosial mereka dengan aksi konfrontasi fisik, tapi kebanyakan berupa “clap threats” yang berisik. Kadangkala mereka akan menghempaskan tubuh ke atas pasir dengan dada lebih dulu untuk mengirim tanda getaran.
Para jantan yang dianggap sebagai Alfa—sebutan untuk status tertinggi dalam kawanan, akan melindungi pasangan betinanya dari segala pesaing, sementara para jantan yang hanyalah seekor Beta akan menimbang-nimbang apakah mereka akan berusaha mempertahankan betinanya atau tidak, bergantung dari status pesaingnya.