Kopi Peranakan yang Tak Lekang Oleh Waktu

By , Senin, 17 Agustus 2015 | 14:00 WIB

Mengapa Kopi Peranakan di sebuah kafe di kawasan mewah Pusat Perbelanjaan Grand Indonesia begitu penting untuk disambangi? Ya, karena racikannya sudah mencapai generasi keempat dan rasanya pun tidak berubah.

Kafe ini berdiri sejak 1800an di kawasan pecinan Glodok. Orang mengenalnya dengan sebutan Tek Sun Ho. Ho artinya toko dan Liaw Tek Sun adalah nama pemilik generasi pertama Koffie Warung Tinggi. Sampai sekarang, pilihan biji kopinya masih tetap dipertahankan dengan gaya personal barista kolot pecinta kopi.

Kopi Peranakan adalah kopi yang sederhana. Cukup kopi dan susu kental manis. Kopi susu biasa disebut orang. Bedanya jelas dipilihan biji kopi dan cara penyajiannya. “Kopi Peranakan ini kopinya campuran robusta dan arabika. Makanya rasa pahitnya beda dengan kopi lainnya," ucap Sylvie Komala, Humas Koffie Warung Tinggi kepada KompasTravel.

Kopi peranakan di Koffie Warung Tinggi, dituang di piring, baru diseruput. (Kompas.com/Fira Abdurachman)

Kopi susu beda dengan latte. Keduanya memang campuran kopi dan susu. Kopi susu diracik dengan cara tubruk tanpa mesin espresso. Susunya juga susu kental manis bukan busa susu hasil mesin pemanas susu. Jadi kopi susu ini semua proses dari awal sampai dituang di gelas, semua diracik dengan tangan bukan mesin.

Satu lagi kekhasan Kopi Peranakan adalah cara penyajiannya khas tradisional minum kopi orang zaman dulu. Saat masih panas harus ditunggu dulu sampai bubuk kopinya turun ke dasar gelas. Setelah itu kopi dituangkan ke piring kecil. Tunggu sebentar sampai uapnya hilang, baru kopi susu diseruput dari piring kecilnya, bukan gelasnya.

Bagi sebagian orang mungkin gaya minum seperti ini jadi norak atau tidak sopan. Di Koffie Warung Tinggi, kita tak perlu khawatir. Menyeruput gaya ini justru menjadi kenikmatan tersendiri untuk menikmati kopi.!break!

Bagaimana dengan rasanya? Jangan ditanya, nikmati sendiri kekuatan kopinya. Pahitnya pas dengan kekentalan susunya. Saking kuatnya, rasa manis susunya menjadi samar. Pahit kopinya tetap merajai setiap tegukan kopinya.

Bagi penggemar kopi gaya espresso, kopi gaya tubruk memberikan rasa khas kopi yang sedikit berbeda tentunya. Yang pasti tekstur kopi gaya tubruk lebih kental dan legit dibanding kopi gaya espresso.

Satu lagi menu kopi yang berbeda  di Warung Tinggi adalah Kopi Jahe. Jahenya bukan air rebusan jahe, perasan air jahe, atau irisan jahe. “Racikan dari dapur sendiri. Jadi kopinya memang sudah dicampur Jahe," kata Sylvie.

Awalnya KompasTravel juga sempat sangsi, mana enak? Ternyata salah, jahenya sangat menyatu dengan kopinya. Panas khas Jahe juga terus tenggelam bersama panasnya kopi yang diteguk. Ada sedikit rasa manis legit di dalamnya padahal racikannya tanpa gula. “Memang dari sananya he-he-he," kata Sylvie.  

Martabak mini Ovomaltin, teman minum kopi di Koffie Warung Tinggi. (Kompas.com/Fira Abdurachman)

Menu teman kopi di Warung Tinggi yang paling direkomendasikan adalah martabak mini Ovomaltin. Ukurannya tidak terlalu besar jadi tidak membuat perut kenyang berlebihan. Dagingnya kenyal dengan wangi mentega yang khas. Saat dicolek, coklat ovomaltin-nya sampai lumer ke bibir.

Tipsnya, minum dan makan menu ini selagi hangat. Jadi, lupakan sejenak kegiatan yang lain. Taruh semua gadget dan apa pun itu. Duduk santai. Nikmati setiap tegukan kopinya sampai bubuk hitam dalam gelasnya terlihat. Di situlah, ujung lidah kita akan berkelana ke dunia kopi yang tak lekang dimakan waktu.