Sebelum tahun 3200 SM, tak ada satupun nama dari orang-orang zaman prasejarah yang berhasil diketahui.
Puluhan ribu tahun lalu, manusia-manusia purba kerap meninggalkan jejak mereka di dinding dan langit-langit gua, di atas bebatuan, di atas permukaan apapun yang bisa menyimpan jejak tangan mereka. Tak bisa diketahui apa tujuan mereka melakukan hal itu: apakah sebagai bentuk doa, ritual budaya, atau sekedar "coretan" belaka.
Tanpa adanya teks, sejarawan tak bisa mengetahui asal-muasal si empunya jejak tersebut. Mereka hanya bisa menebaknya sebagai pemburu, manusia gua, orang dari masa Neolitikum, dan sebagainya.
Baca juga: Benarkah Bahasa Muncul 1,5 Juta Tahun Lebih Awal dari Perkiraan?
Baru setelah tahun 3200 SM, di Mesopotamia, tulisan mulai dikenal. Dengan begitu, nama pertama yang dimiliki oleh seseorang bisa dilacak.
Menurut Yuval Noah Harari dalam bukunya “Sapiens: A Brief History of Humankind”, nama pertama manusia yang tercatat dalam sejarah adalah “Kushim”.
Kushim sang akuntan?
Menurut hasil penyelidikan Harari, dulu di abad ke-33 sebelum Masehi di wilayah yang dulunya dikenal sebagai Mesopotamia (sekarang Irak) ada sebuah batu yang di atasnya terukir titik-titik, akolade, dan coretan gambar kecil. Setelah diteliti, terungkap bahwa ukiran di atas batu tersebut merupakan catatan tentang kesepakatan dagang.
Komoditas apa yang penjualannya dicatat di atas batu tersebut? Jelai—padi-padian yang biji atau buahnya keras adalah makanan yang memang kerap dijadikan bahan makanan pokok, selain gandum, pada zaman dulu.
Kushim, yang diduga adalah seorang laki-laki, menuliskan simbol-simbol tersebut yang diketahui berbunyi “29.086 biji jelai 37 bulan Kushim.”
Menurut Harari, kalimat itu bermakna: “Keseluruhan dari total 29.086 biji jelai telah diterima dalam waktu 37 bulan. Tertanda, Kushim.”
Baca juga: Paleis Buitenzorg, Kini Istana Bogor
Dengan begitu, diduga bahwa Kushim merupakan seseorang yang kerjanya menghitung suatu hal untuk orang lain—kerja yang dilakukan seorang akuntan.