Ancaman-ancaman yang diterima oleh pembela hak asasi manusia hari ini memiliki pola yang menyerupai pola di rezim orde baru. Demikian dikatakan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Menghentikan Kekerasan terhadap Jurnalis dan Penuntasan Kasus Udin” pada Jumat (21/8) di Auditorium Pascasarjana UII, Yogyakarta.
“Kebebasan untuk memberikan pendapat, berorganisasi dan berekspresi sekarang itu menjadi persoalan hukum,” ujar Laila. Ini menyebabkan banyak kasus kekerasan yang dialami oleh teman-teman pembela hak asasi manusia. “Ini adalah ancaman bagi proses keberlangsungan demokrasi kita di Indonesia,” lanjutnya.
Saat rezim orde baru, kerja-kerja pembela HAM dikenakan pasal subversif. Sedang pada masa transisi—era kepemimpinan Habibie sampai Megawati), banyak yang terkena pasal penghinaan presiden-wakil presiden. “Sekarang yang terjadi adalah pasal pencemaran nama baik,” ujar Laila, “dan yang paling menyedihkan, teman-teman human defender dikenakan pasal kekerasan.” Menurut Laila, dikenakannya pasal itu merendahkan martabat pembela hak asasi manusia.
Dalam seminar yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta) tersebut, Laila juga menyampaikan bagaimana jurnalis sebagai pembela hak asasi manusia juga terus menerus mengalami kekerasan. Menurutnya, peran jurnalis yang sangat strategis justru berpotensi dijadikan sasaran kekerasan. “Apalagi melihat dari pola atau kecenderungan pemerintah yang menuju pemerintahan yang otoriter.”
Seminar Nasional “Menghentikan Kekerasan terhadap Jurnalis dan Penuntasan Kasus Udin” diselenggarakan sebagai peringatan 19 tahun kasus Udin. Wartawan Bernas, Muhammad Syafruddin tewas pada 16 Agustus 1996 setelah dianiaya oleh orang tidak dikenal. Diduga Udin dibunuh akibat berita-berita yang ditulisnya. Namun 19 tahun terlewat, belum ada tanda-tanda bahwa kasus ini akan tuntas.
Selain Siti Noor Laila, seminar tersebut juga turut menghadirkan Imam Wahyudi dari Dewan Pers dan Aryo Wisanggeni dari AJI Indonesia.