Lagi, Pemburu Satwa Liar Sulawesi Utara Memamerkan Hasil Buruan di Jejaring Sosial

By , Senin, 7 September 2015 | 14:00 WIB

Pemerhati lingkungan dan pekerja konservasi di Sulawesi Utara mengungkapkan keprihatinan atas perilaku para pemburu satwa liar dilindungi yang mengunggah foto hasil buruannya ke jejaring sosial.

Mereka khawatir tindakan itu akan membawa dampak yang tidak baik bagi upaya pelestarian alam dan satwa liar dilindungi yang terancam punah.

"Yang terlihat di foto itu adalah satwa dwarf cuscus atau kuskus kerdil sulawesi (Strigocuscus celebensis). Masupial (hewan berkantong) yang merupakan endemik Sulawesi, satu dari tiga spesies yang hanya dijumpai di Sulawesi," ujar Kepala Laboratorium Konservasi Biodiversitas Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado, John Tasirin, Senin (7/9).

Tasirin mengungkapkan hal itu terkait diunggahnya foto hasil berburu oleh sekelompok pemuda melalui jejaring sosial Facebook. Dalam foto tersebut terlihat tiga pemuda memamerkan hasil tangkapan mereka berupa kuskus dan yaki.

Mereka juga memperlihatkan senapan angin yang dipakai untuk membunuh satwa-satwa liar tersebut.

Menurut Tasirin, ketiga jenis Masupial yang hanya ada di Sulawesi itu masuk dalam daftar satwa dilindungi di Indonesia sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Ketiganya juga terdaftar dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai spesies langka yang terancam punah. Selain kuskus kerdil Sulawesi, dua jenis lainnya adalah kuskus beruang atau kuse (Ailurops ursinus) dan kuskus talaud (Ailurops melanostis) yang hanya ada di Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud.

"Pengunaan senapan angin di kalangan penduduk semestinya hanya untuk penyaluran hobi bukan untuk memenuhi naluri membunuh. Tidak ada keuntungan apapun dari perilaku memburu seperti itu," ungkap Tasirin.

Berbagai kalangan juga menyayangkan foto hasil berburu tersebut menyebar melalui jejaring sosial. Berbagai protes pun dilayangkan. Beberapa di antaranya menganggap instansi terkait kurang maksimal bekerja dalam melindungi satwa-satwa endemik Sulawesi yang terancam punah.

Simon Purser dari Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki mengatakan bahwa pelanggaran hukum terhadap perburuan terus saja terjadi tetapi tidak ada konsekuensi hukum yang tegas.

Beberapa waktu lalu, seorang dosen di Unsrat, Devy Sondakh juga mengunggah foto hasil berburu monyet hitam sulawesi (yaki) di akun Facebook milik dia, yang disertai dengan kalimat, "Hasil berburu kemarin, para kembaranku, natalan bersama."

Kasus ini sebenarnya telah dilaporkan ke Polda Sulut. Namun hingga kini, laporan tersebut tidak terlihat kelanjutannya. Tasirin berpendapat, kelambatan aparat hukum memproses laporan-laporan terkait perburuan satwa liar dilindungi mungkin disebabkan karena hal itu belum menjadi prioritas atau karena aparat pun memandang hukum secara parsial. Padahal, menurut dia, peraturan perlindungan satwa sudah sangat jelas.