Mengulik Sejarah Geothermal di Indonesia

By , Jumat, 11 September 2015 | 14:45 WIB

Menjadi negara yang dilalui oleh jalur Ring of Fire membuat Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, yakni 40%. Letaknya yang strategis di antara lempeng mayor (Asia dan Pasifik) dan lempeng minor (Filiphina) memungkinkan panas bumi dapat ditransfer ke permukaan melalui sistem rekahan. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam peresmian Unit V Pertamina Geothermal Energy Kamojang, “Bila kita memanfaatkan seluruh potensi panas bumi, maka Indonesia tidak perlu ketergantungan lagi dengan energi fosil.” tukasnya.

Upaya pemerintah untuk mengalihkan energi fosil yang kian menipis yakni dengan mendukung pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Geothermal tak luput mejadi prioritas di antara biofuel, biomassa, air, angin, matahari, gelombang laut, hingga energi pasang surut air laut. Jokowi menambahkan bahwa energi panas bumi ini setidaknya pada tahun 2019 harus dapat memenuhi kebutuhan listrik 97% rumah tangga di Indonesia.

Geothermal Information Center

Menyambut semangat pembangunan tersebut, Pertamina Geothermal Energy Kamojang mengawali pengembangan sistem energi panas bumi yang akan meluas hingga titik potensi yang ditetapkan yakni Sumatra, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua.

Di tanah Kamojang, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung tidak hanya beroperasi produksi energi panas bumi, tetapi juga Geothermal Information Center (GIC) yang didirikan sebagai pusat informasi yang ditujukan untuk memenuhi keingintahuan masyarakat akan sumber energi terbarukan nan ramah lingkungan ini. Layaknya sebuah museum, GIC menjadi tempat yang akan menarik untuk dikunjungi karena di dalamnya menyajikan informasi yang meliputi sejarah Geothermal pertama di Indonesia.

Mengingat bahwa tanah Kamojang merupakan lokasi pertama diadakannya pencarian sumber energi panas bumi pada tahun 1918. Dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada tahun 1926 hingga 1929 meninggalkan lima sumur bersejarah yang salah satunya masih aktif memproduksi uap panas kering atau dry steam yaitu KMJ-3.

Bila ingin mengetahui area pengolahan Geothermal jangan lewatkan untuk memperhatikan miniatur yang tersedia. Di sana Anda bisa melihat titik di mana sumur-sumur sumber energi panas terletak, lokasi peninggalan bersejarah, hingga destinasi wisata Kamojang yang kian tengah sedang dikembangkan.

Selama 60 menit pengunjung akan mendapatkan pengetahuan seputar sejarah dan proses produksi energi panas bumi di Pertamina Geothermal Energy Komajang. (PGE)

Fasilitas lain yang bisa pengunjung nikmati adalah ruang theater. Di dalam ruang theater selama 60 menit pengunjung akan mendapatkan pengetahuan tentang standar keselamatan yang diterapkan oleh PGE selama memproduksi energi panas bumi. Tak hanya itu, untuk menjawab rasa penasaran pengunjung akan diberi pengetahuan bagaimana panas bumi bisa diolah menjadi sebuah energi listrik yang dapat digunakan dalam keseharian hingga memanfaatkan limbahnya menjadi sebuah energi yang baru.

Wawan Darmawan, General Manager PGE Kamojang mengatakan bahwa keberadaan GIC diharapkan mampu menjawab pertanyaan sekaligus meluruskan pandangan masyarakat bahwa geothermal merupakan sumber energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. “Geothermal Information Center terbuka bagi umum, silakan melayangkan surat kepada kami untuk mengadakan kunjungan.” tuturnya.