Suguhan Flores yang Masih Asli

By , Kamis, 8 Oktober 2015 | 13:00 WIB

PULAU Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur kaya akan potensi alamnya. Alam Pulau Flores dari Pulau Lembata sampai di Labuan Bajo menyuguguhkan keindahan yang masih asli.Potensi kekayaan sumber daya alam menarik ribuan wisatawan dari seluruh dunia untuk berkunjung ke Pulau Flores. Masuknya binatang Komodo menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat di wilayah Manggarai Barat.Selain binatang Komodo, ada begitu banyak keunggulan-keunggulan potensi pariwisata yang ada di Manggarai Barat. Salah satu daya tarik wisatawan asing dan Nusantara menghabiskan waktu liburan di Manggarai Barat adalah menikmati matahari terbenam di laut Flores.Ada banyak tempat yang dapat menikmati senja di wilayah Pulau Flores barat. Mulai di berbagai bukit di sekitar Kota Labuan Bajo, di wilayah pegunungan di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Lembor, Kecamatan Sano Nggoang, Kecamatan Mbeliling, Kecamatan Masang Pacar, dan Kecamatan Kuwus.

Menikmati senja dari Kecamatan Kuwus dapat dinikmati dari Kampung Wajur, Desa Wajur. Untuk di Kecamatan Lembar dapat dinikmati dari Kampung Tebang, Desa Ngancar. Bahkan dari berbagai pegunungan seperti Poco Kuwus dapat menikmati matahari terbenam.Kali ini KompasTravel sejak Jumat (25/9/2015) sampai Minggu (27/9/2015) berkunjung di Kampung Tebang, Desa Ngancar, Kecamatan Lembor diundang oleh Perhimpunan Petani Lokal Nusa Tenggara Timur yang sedang melaksanakan rembug pangan dan evaluasi pelaksanaan program pengembangan pangan lokal yang dipusatkan di Kampung Tebang.Peserta Rembug dan Evaluasi datang dari Kabupaten Rote Ndao, Flores Timur, Kabupaten Ende, Manggarai Barat. Kali ini Panitia lokal mengambil tema “Mari berdaulat Pangan”.Kampung Tebang berada di lembah antara Poco (gunung) Likang dan Poco Surunumbeng serta berada di tengah-tengah dua Sungai besar, yakni Sungai Wae Ara dan Sungai Wae Lumbur.

Pagi hari peserta Rembug Pangan lokal Nusa Tenggara Timur menikmati keindahan dua gunung di sekitar Kampung Tebang dan pada sore harinya menikmati matahari terbenam di laut Flores Barat. Di Kampung tebang menikmati senja dapat dilihat di celah-celah pohon Cengkeh di belakang Rumah Gendang masyarakat Tebang.

!break!

Musik Mbata khas Manggarai Raya, Flores, Nusa Tenggara Timur. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)

Jalan RusakKondisi Kampung Tebang sebagai pusat penghasilan kopi dan cengkeh masih sangat terbelakang. Sepanjang 8 kilometer jalannya dari Kampung Ngancar, ibu kota Desa Ngancar, masih bebatuan. Tidak pernah diaspal. Tidak pernah disentuh oleh pembangunan dari Kabupaten Manggarai Barat.Potret muram yang dialami warga kampung Tebang dalam usia 70 tahun Indonesia merdeka masih seperti zaman sebelum kemerdekaan. Akibatnya, hasil bumi yang melimpah, seperti kopi, cengkeh dan tanaman holtikulturanya hanya bisa dijual di kampung saja. Ini kondisi infrastruktur jalan di obyek yang potensi dengan pariwisata di kecamatan-kecamatan di Manggarai Barat. Warga masyarakat di Kampung Tebang menerima saja kondisi ini dengan diam, tak bersuara.

Ketua Aliansi Petani Lembor, Kecamatan Lembor, Benediktus Pambor kepada KompasTravel menjelaskan, jalan ke Kampung Tebang dan Suru sudah 20 tahun tidak pernah diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.Menurut Benediktus, Kampung Tebang merupakan kampung penghasil kopi dan cengkeh terbesar di Kecamatan Lembor. Tapi, tidak pernah diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat di bidang infrastruktur jalan. Sangat ironis, antara penghasil kopi dan cengkeh terbesar dengan kondisi jalan yang masih terbelakang.

!break!

Upacara penyambutan tamu oleh masyarakat Kampung Tebang, di Flores Barat, NTT, dengan memakaikan selendang. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)

Musik Mbata di Rumah Gendang TebangSetelah menikmati alam yang indah pada pagi dan sore hari, warga Kampung Tebang memberikan hiburan kepada tamu-tamu dari berbagai kabupaten yang hadir rembug pangan lokal Nusa Tenggara Timur dengan musik Mbata. Musik Mbata dibawakan pada malam hari di dalam rumah Gendang.

Sejumlah tokoh adat yang berkumpul di Rumah gendang mulai menyiapkan alat musik berupa Gendang dan Gong. Setelah disiapkan, pemain mulai berkumpul sambil memegang gendang dan gong untuk ditabuhkan.Tokoh adat Kampung Tebang, Stanis Jemai kepada KompasTravel, Jumat (25/9/2015) malam, menjelaskan musik Mbata dibawakan oleh warga masyarakat Manggarai Raya untuk menghibur tamu-tamu yang mengunjungi kampung.“Saat ini kami membawakan musik Mbata untuk menghibur tamu-tamu Rembug Pangan lokal Nusa Tenggara Timur yang mengadakan kegiatannya di Kampung Tebang. Kami bangga karena Kampung Tebang dipilih sebagai tempat penyelenggaraan Rembug Pangan Lokal NTT,” jelasnya.Menurt Jemai, orang manggarai Raya memiliki berbagai musik tradisional, di antaranya musik Mbata dan Musik Sanda. Musik Sanda adalah musik yang sakral karena musik ini dipentaskan pada ritual Penti (syukur tahunan), ritual Congko Lokap (memberikan kampung sesudah rumah adat dibangun), dan Upacara Wagal (upacara pelunasan belis bagi seorang istri) dan atraksi caci.

“Jadi musik Mbata dibawakan untuk menghibur tamu sedangan musik Sanda yang sekaligus dilakukan menari Sanda tidak dibawakan untuk menerima tamu,” jelasnya.Kepala Desa Ngancar sekaligus Tua adat Kampung Ngancar, Yulius Sudirman menjelaskan, Kampung Tebang, Desa Ngancar dipilih untuk menyelenggarakan Rembug Pangan Lokal Nusa Tenggara Timur dari Perhimpunan Pangan Lokal Nusa Tenggara Timur.Sudirman menambahkan, penduduk Desa Ngancar berjumlah 2.099 jiwa dari 409 kepala keluarga. Penghasilan utama penduduk di Desa Ngancar adalah beras, kopi, dan cengkeh.