Burung memiliki sejarah evolusi sangat panjang. Leluhur mereka, Archaeopteryx yang terkenal, hidup 150 juta tahun lalu di wilayah yang sekarang merupakan Jerman bagian selatan. Namun, apakah leluhur burung ini bisa terbang dengan baik masih jadi perdebatan ilmiah.
Sebuah penemuan baru yang dipublikasikan di jurnal Scientific Report mendokumentasikan susunan rumit dari otot-otot dan ligamen yang mengontrol sayap burung purba. Penemuan ini mendukung gagasan bahwa setidaknya beberapa burung paling kuno menampilkan prestasi aerodinamis sama dengan banyak burung yang masih hidup saat ini.
Sekelompok ahli paleontologi Internasional dari Spanyol dan Direktur Dinosaur Institute, Dr. Luis M. Chiappe, mempelajari sayap burung berusia 125 juta tahun dari Spanyol tengah yang telah diawetkan. Fosil tulang sayap kecil dari burung purba ini mengungkap detail jaringan otot kompleks yang mengontrol penyesuaian sayap yang juga ada pada burung modern, dan memungkinkan mereka mengarungi angkasa.
“Kesesuaian anatomi antara jaringan otot yang diawetkan pada fosil dan karakteristik sayap pada burung hidup ini mengindikasikan bahwa beberapa burung purba memiliki kecakapan aerodinamis seperti burung-burung modern,” ujar Chiappe.
“Sangat mengejutkan, meski secara kerangka berbeda dengan burung modern, burung primitif menunjukkan kesamaan dalam anatomi jaringan lunak mereka,” ujar Guillermo Navalón dari Universitas Bristol di Inggris, sekaligus penulis utama laporan.
Burung-burung purba mungkin terbang di atas kepala-kepala dinosaurus, tapi beberapa aspek mode penerbangan yang tepat dari mereka tetap belum jelas. “Penemuan baru ini memberikan kita pandangan baru anatomi sayap burung yang hidup di antara dinosaurus-dinosaurus besar,” ujar Chiappe.
“Fosil seperti ini membuat ilmuwan dapat membedah aspek yang paling rumit dari evolusi awal burung bisa terbang,” tambahnya.