Bandara Internasional Kuwait Gagalkan Penyelundupan Dua Bayi Orangutan

By , Selasa, 13 Oktober 2015 | 19:30 WIB

Pada bulan Juli 2015, pihak Bandar Udara Internasional Kuwait menghubungi Kedutaan Republik Indonesia di Kuwait. Hal tersebut berkaitan dengan upaya penyelundupan dua bayi orangutan—rute  penerbangan Jakarta-Kuwait—yang berhasil digagalkan pihak bandara.

Setelah berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia, pihak Bandara Internasional Kuwait kemudian menitipkan kedua orangutan tersebut di Kebun Binatang Kuwait.

Dalam pemeriksaan, diketahui bahwa kedua bayi orangutan yang diselundupkan berjenis kelamin betina.  Satu bayi berumur enam bulan, sedang bayi kedua berumur dua tahun, bernama Moza.

Pada 13 September 2015, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) memulangkan Moza ke Indonesia melalui penerbangan Kuwait Airways KU415. Moza mendarat di  Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada 14 September 2015. Kemudian Moza dibawa ke Taman Safari Indonesia dan menjalani masa karantina di sana. Jika masa karantina telah selesai, Moza akan ditempatkan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Yayasan BOS.

Sementara satu bayi orangutan yang berusia enam bulan belum dapat dipulangkan dari Kuwait. Dalam rilis pers orangutan.or.id, disebutkan bahwa bayi tersebut masih sangat muda dan belum bisa makan-minum sendiri, sehingga perlu pendampingan dan pengecekan rutin dari dokter hewan selama perjalanan.

“Pemerintah Indonesia saat ini sedang mendata jumlah orangutan liar yang diselundupkan secara ilegal ke luar negeri dengan harapan bisa dikembalikan ke Indonesia segera,” ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tachrir Fathoni dalam rilis pers tersebut.

Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS menjelaskan bahwa sebelum dibawa ke Pusat Rehabilitasi Yayasan BOS, orangutan harus melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh  untuk memastikan keduanya terbebas dari penyakit, serta pengambilan sampel darah untuk keperluan analisa genetik (tes DNA) guna memastikan daerah asalnya.

“Jika orangutan tersebut sehat dan DNA-nya membuktika bahwa mereka berasal dari daerah di mana pusat rehabilitasi berada, maka tentunya merupakan kewajiban dan kehormatan kami untuk merehabilitasinya,” ujar Jamartin dalam rilis pers orangutan.ac.id.