Nyanyian Sunyi Para Pengantin Anak di Sulawesi Barat

By , Senin, 19 Oktober 2015 | 10:00 WIB

Satu suami dua istriSari dan Dewi adalah dua anak perempuan dari desa tetangga yang bernama Kenanga. Keduanya tumbuh bertetangga, dan hanya dipisahkan sebidang sawah.

Mereka berbagi masa kecil bersama, sekolah, hobi, dan olahraga. Kehidupan keduanya berubah dramatis ketika pada tahun lalu menikah dengan laki-laki yang sama.

Ibu kandung Dewi mengeluh. Ia mengaku awalnya berharap banyak pada pernikahan anak perempuannya yang berusia 15 tahun dengan seorang laki-laki berusia 25 tahun bernama Hazar.

"Kami tidak bisa membeli pakaian dan hal-hal lain yang ia perlukan," kata Ibu Dewi. "Saya kira nasibnya akan menjadi lebih baik jika ada orang yang merawatnya." Namun, pernikahan mereka tidak berlangsung lama. Segera setelah pernikahan, Hazar memutuskan untuk pindah ke tempat lain di Indonesia.

Warga desa berpikir Hazar bekerja di Kalimantan. Hazar tidak hanya meninggalkan istri-istri barunya, tetapi juga anak laki-laki dari kedua istrinya itu. !break!

Sari dan Dewi sekarang menghabiskan hari-hari mereka dengan menjalani kehidupan sebagai ibu, jauh sebelum waktunya. Tanggung jawab dan beban kerja sering kali melampaui kemampuan mereka.

Sari mengatakan bahwa ia merindukan kehidupan lamanya. "Saya lebih senang menjadi pelajar daripada (menjadi) ibu," katanya sambil menggendong sang putra. "Ketika saya masih di sekolah, semuanya lebih baik." Hal yang sama juga dirasakan Intan, yang tinggal di Desa Tambala. Perempuan berusia 16 tahun ini memiliki latar belakang yang sangat berbeda dengan banyak pengantin anak lainnya di daerah tersebut. 

Tabu bicara seksIntan berasal dari keluarga yang sangat kaya. Awal tahun lalu, dia menjalin hubungan cinta dengan seorang anak laki-laki bernama Amet.

Berawal dari pertukaran pesan teks sederhana, hubungan mereka kemudian berkembang dengan cepat menjadi sesuatu yang lebih serius. Singkat cerita, Intan hamil.

"Saya tidak tahu jika hubungan seks dapat menyebabkan kehamilan," kata Intan.

Ini merupakan pengakuan umum anak-anak perempuan di Sulawesi Barat. Bahkan, mereka yang berada di penghujung masa remaja juga tidak memahami seks.

Tabu membicarakan seks, khususnya pergaulan bebas (seks di luar nikah), berarti bahwa masalah tersebut jarang dibicarakan.