Subak merupakan lanskap budaya Provinsi Bali. Ia dijadikan salah satu contoh model untuk situs-situs lain di kawasan Asia Tenggara. Menurut Dirjen Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan, subak sebagai lanskap telah menjadi konsep yang sangat erat kaitannya antara manusia dan budaya, yang juga menjadi filosofi dari budaya Bali.
Ia menjelaskan konsep tri hita karana adalah tiga filosofi bagi orang Bali. Manifestasi itu dapat dilihat dari setiap sistem subak selalu ada pura, pertanian, dan lingkungan. Pada konsep subak ini orang atau manusia ditempatkan dalam pusat organisasi. Peran manusia mengoordinasikan dari subak tersebut.
(Baca juga Pemerintah Diingatkan Lindungi Warisan Budaya Sabak)
"Pengelolaan the Culture Landscape of Bali harus terinteragsi, menyeluruh, dan lintas sektoral yang melibatkan kementerian terkait. Tidak hanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tapi juga Kementrian Pariwisata," kata Kacung Marijan, saat acara workshop dari UNESCO, bertajuk "Dalam Pariwisata Berkelanjutan di Situs Warisan Budaya Dunia", di Denpasar, Rabu (21/10/2015). Menurut Marijan, dalam pengelolaan subak harus melibatkan pemerintah tingkat provinsi dan juga kabupaten. Pengelolaan yang terintegrasi haruslah menjamin pelestarian di aspek warisan benda maupun warisan hidup, atau lainnya dari situs warisan budaya dunia. Masyarakat adalah inti dari sistem subak. Shahbaz Khan, Direktur UNESCO Jakarta pun mengapresiasi Kemendikbud, Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Provinsi Bali dalam melestarikan dan mengelola situs budaya Bali.
(K.N Rosandrani/kompas.com, tribunnews.com)