Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam "Perubahan Lingkungan Global" menyatakan, jika terdapat ketimpangan publikasi ilmiah mengenai perubahan iklim secara geografis.
Para peneliti dari Denmark dan Brasil menganalisis lebih dari 15.000 publikasi ilmiah tentang perubahan iklim yang diterbitkan antara tahun 1999 dan 2010, dan menemukan bahwa negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis, Australia dan Swedia, serta dua negara berkembang BRICS - China dan India - menghasilkan sebagian besar publikasi ilmiah tentang perubahan iklim tersebut.
Sebaliknya, banyak negara berkembang di bagian lebih panas dunia dengan efek perubahan iklim yang lebih tinggi, menghasilkan sangat sedikit pengetahuan ilmiah terkait topik ini.
"Kami menemukan bahwa publikasi perubahan iklim cenderung dilakukan oleh negara kaya, dan negara yang kurang rentan terhadap emisi karbon yang tinggi, dengan lembaga-lembaga kuat dan kebebasan pers yang tinggi," tulis para penulis.
Studi ini juga menemukan bahwa penelitian perubahan iklim yang fokus pada negara berkembang dan negara yang rentan, didominasi oleh penulis dan co-penulis yang berbasis di negara-negara maju, dan sering kekurangan penulis dengan basis lokal.
Misalnya, publikasi perubahan iklim yang berfokus pada negara-negara seperti Republik Kongo dan Korea Utara tidak memiliki penulis atau co-penulis dengan basis lokal. Di banyak negara Afrika juga, kurang dari 20 persen dari publikasi tentang perubahan iklim ditulis oleh penulis lokal. Di sisi lain, lebih dari 80 persen dari publikasi perubahan iklim berfokus pada negara-negara maju seperti AS, telah ditulis oleh penulis lokal
"Tanpa pengetahuan lokal yang dihasilkan, itu lebih menantang untuk menyediakan dan mengintegrasikan saran kontekstual yang relevan, dan ini meninggalkan celah kritis dalam perdebatan kebijakan iklim," kata Maya Pasgaard dari University of Copenhagen, mengatakan dalam sebuah pernyataan. "Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena kita berhadapan dengan negara-negara yang mungkin mengalami perubahan iklim parah dan sensitif terhadap dampak merugikan tersebut."
Peningkatan kolaborasi adalah kuncinya, untuk mengurangi dampak perubahan iklim di seluruh dunia.
"Kolaborasi itu lintas batas, tidak hanya sangat relevan secara ilmiah, tetapi juga menguntungkan bagi penulis, sebagai pertukaran pengetahuan budaya, sekaligus menjadi bagian yang terintegrasi dari kerjasama" kata Pasgaard dalam pernyataannya.