Di Ibukota Jakarta, banjir sudah menjadi sejarah yang berulang. Pertama kali banjir di Jakarta terdokumentasikan pada tahun 1699. Bahkan di kawasan Kota Tua, banjir sudah terjadi di sana sejak zaman kolonial.
Ada hal penting terkait banjir yang harus kita ketahui, yakni sumbatan jalan air. Sumbatan terjadi ketika Jakarta mengalami banjir. Di kota ini, banjir tidak hanya berisi air, namun terdapat banyak sampah juga! Banyak orang yang menganggap air merupakan suatu elemen penyebab polusi, namun sebenarnya sampahnya lah yang menyebabkan air jadi terkena polusi.
Baca berita terkait: Banjir adalah Sejarah yang Berulang
Anda tahu, ketika terdapat banyak sampah di sepanjang sungai, kemudian musim hujan tiba dan air mulai naik, maka tidak ada ruang lagi bagi air untuk mengalir karena terhambat oleh semua sampah tersebut.Tak pelak lagi, air pun meluap dan terjadilah banjir. Air dan sampah bercampur dan mengalir di sepanjang jalan-jalan yang biasa kita lewati.
“Saya percaya bahwa kita bisa mengurangi resiko banjir jika Pemda Jakarta melakukan berbagai proyek air yang dapat mengedukasi dan menginformasikan bagaimana cara untuk membuang sampah yang benar beserta sanksi tertentu apabila tidak mematuhi aturan,” tutur Candrian Attahiyat, seorang ahli arkeologi dan pelestari Kota Tua Jakarta.
Baca juga: Jakarta Tidak Tenggelam Perlahan
Banjir mungkin sulit untuk dihentikan, namun setidaknya kita harus mencoba untuk menguranginya. Maka, mari kita lakukan berbagai tindakan nyata!
Kisah pendek ini bagian dari Proyek Utarakan Jakarta – Speak up (North) Jakarta lewat laman www.utarakanjakarta.com. Proyek ini bertujuan untuk mengabarkan dan meningkatkan kesadaran tentang banjir di Jakarta, sekaligus menunjukkan urgensi untuk melindungi Jakarta dari banjir.
Utarakan Jakarta menggambarkan kehidupan empat warga yang hidup di balik tembok laut di Jakarta Utara. Gambaran tersebut menangkap soal perjuangan mereka melawan banjir, rumah yang terendam dan harga air minum di sebuah kota yang di ambang tenggelam. Kampanye memperlihatkan kekhawatiran, mimpi dan harapan mereka akan masa depan yang lebih baik. Simak juga kisah keempat warga tadi dalam "Di Balik Benteng Laut" yang terbit di Edisi Spesial National Geographic Indonesia edisi November 2015.