SK Trimurti, Legenda Jurnalisme Indonesia

By , Selasa, 10 November 2015 | 14:00 WIB

Nama Soerastri Karma Trimurti (SK Trimurti) tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa dan punya tempat khusus dalam sejarah pergerakan perempuan. Putri pasangan R Ngabehi Salim Banjaransari dan RA Saparinten binti Mangunbisomo yang dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah, tanggal 11 Mei 1912 itu tertarik masuk ke dunia pergerakan setelah mendengarkan pidato-pidato Bung Karno.

Ia mengikuti kursus kader yang diadakan Soekarno dan Partindo (Partai Indonesia) tahun 1933 setelah lulus dari Tweede Indlandche School atau Sekolah Ongko Loro dan sempat mengajar. Ia menjadi pejuang militan, sampai dipenjarakan Belanda di Semarang tahun 1936 karena menyebarkan pamflet antipenjajah.

Trimurti beralih karier dari mengajar ke jurnalisme setelah dia dibebaskan dari penjara.Ia segera menjadi terkenal di kalangan jurnalistik dan anti-kolonial sebagai wartawan kritis. Ia menggunakan nama samaran Karma dan Trimurti secara bergantian untuk menghindari delik pers pemerintahan kolonial Belanda dahulu.

Baca juga: Rencana Balas Dendam Korban Holocaust Terungkap

Nama SK Trimurti begitu melegenda dalam dunia jurnalisme Indonesia. Dia adalah wartawan senior yang hidup tiga zaman. Pada zaman penjajahan Belanda, Ia sudah menjalani hidup di bui (1936-1943) karena idealisme dan karya jurnalistiknya.

Selama karier wartawannya, Trimurti bekerja untuk sejumlah surat kabar Indonesia, di antaranya Genderang,Bedung dan Pikiran Rakyat. Dia bersama suaminya juga mendirikan koran Pesat di Semarang yang terbit tiga kali seminggu dengan tiras 2 ribu eksemplar. Karena penghasilannya masih kecil, pasangan suami-istri itu terpaksa melakukan berbagai pekerjaan, dari redaksi hingga urusan percetakan, dari distribusi dan penjualan hingga langganan.

 Trimurti dan Sayuti Melik bergiliran masuk keluar penjara akibat tulisan mereka mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda. Sayuti sebagai bekas tahanan politik yang dibuang ke Boven Digul selalu dimata-matai dinas intel Belanda (PID). Pada zaman pendudukan Jepang, Maret 1942 koran Pesat diberedel Jepang, Trimurti ditangkap Kempetai, Jepang juga mencurigai Sayuti sebagai orang komunis.

Baca juga Kisah Perjuangan Martha Christina Tiahahu, Srikandi dari Tanah Maluku

!break!

Pasca Kemerdekaan

Trimurti dikenal sebagai aktivis yang gencar memperjuangkan hak-hak pekerja. Ia diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja Indonesia pertama selama rentang tahun 1947-1948 di bawah Perdana Menteri Amir Sjarifuddin.

Tahun 1956 ia memimpin Gerakan Wanita Sedar (Gerwis), Cikal bakal Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Ia pernah diutus Dewan Perancang Nasional (sekarang Bappenas) ke Yugoslavia untuk mempelajari manajemen pekerja. Kegiatannya hingga usianya mendekati 80 tahun masih penuh. Ia bahkan ikut menandatangani petisi 50 tahun 1980.

Baca juga: Mengenal Sosok Lima Pahlawan Nasional Baru Indonesia

S.K Trimurti wafat tanggal 20 Mei 2008 pada usia 96 tahun di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Indonesia. Sebuah upacara menghormati Trimurti sebagai pahlawan kemerdekaan Indonesia digelar di Istana Negara di Jakarta Pusat sebelum Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Nama SK Trimurti begitu melegenda dalam dunia jurnalisme Indonesia. Dia adalah wartawan senior yang hidup tiga zaman. Pada zaman penjajahan Belanda, Ia sudah menjalani hidup di bui (1936-1943) karena idealisme dan karya jurnalistiknya. Ia mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Tingkat V dari Presiden Soekarno.