Akhirnya Godipun dibawa ke sebuah rumah panggung di pinggir pantai. Di situ ia melihat cukup banyak kuburan yang masih baru. Apakah ada temannya di situ? Godipun hanya mengernyitkan dahinya.
Dia ditanya macam-macam seperti siapa komandannya, di mana dia, di mana teman-teman. Karena memang kesasar, ia tidak bisa memberikan jawaban. Setelah mendapat havernut—sereal dari gandum atau dikenal juga dengan oatmeal, minum dan sebatang rokok, siang itu ia dibawa ke rumah sakit untuk diobati.
Suatu hari di penjara, ia didatangi seorang pastor Belanda berjubah putih yang menawarkan sakramen pengakuan dosa. Ia diajak ke ruangan komandan polisi untuk melaksanakan pengakuan dosa. “Oleh pastor didoakan supaya Belanda dan Indonesia cepat damai dan saya cepat dipulangkan.”
Kemudian diketahui nama pastor itu Van Manen. Saat kembali ke kamar tahanan, ia melihat di sebuah meja sebuah bungkusan yang sangat ia kenal. “Saya bilang ini punya saya, puji tuhan,” ujarnya. Rupanya bungkusan itu berisi kitab Taurat dan Injil.
Setelah di penjara sekian lama, suatu hari mereka dibawa dengan pesawat Dakota ke Biak. Dengan mata ditutup, mereka dituntun ke dalam pesawat yang ternyata di dalamnya sudah banyak wartawan asing. Mencermati penuturan ini, sepertinya peristiwanya berlangsung setelah cease fire. Mereka pun difoto oleh sejumlah wartawan.
Di penjara Biak, Godipun bertemu Sarjono yang pernah ia turunkan pakai tali. Kenangan pahitnya bersama Sarjono adalah, ketika temannya itu memutuskan merebus sepatu karena sangat kelaparan.
Dari Biak mereka dipindah ke penjara Wundi. Pada bulan September mereka disuruh siap-siap naik kapal untuk dibawa kembali ke Biak. Di sini sudah menunggu Hercules milik UNTEA yang akan menerbangkan mereka ke Kemayoran, Jakarta.
Di akhir Operasi Banteng Ketaton di Kaimana diketahui bahwa PGT telah kehilangan sejumlah anggotanya. Mereka yang gugur adalah KU I Fortianus dan KU II Gintoro. Sementara yang terluka tembak adalah KU I Sahudi yang terluka saat terjun dan PU I G. Godipun. Ada pun yang gugur di Fak-Fak adalah SMU Picaulima, KU I Atjim Sunahju, KU I Sariin bin Djafar, PU I Lestari dan PU I Suwito. Dua orang yaitu KU I S. Bomba dan PU I Pardjo hanya mengalami luka ringan.