Kisah Tragis di Balik Keindahan Kepulauan Aru

By , Kamis, 12 November 2015 | 19:00 WIB

Nasib tragis yang dialami dr Dionisius Giri Samudera yang meninggal dunia di tengah penugasaannya sebagai dokter di pelosok Negeri, di Kepulauan Aru, mengundang perhatian publik. Pasalnya, dr Andra—begitu ia biasa disapa, menghembuskan nafas terakhir akibat keterbatasan alat kesehatan dan sarana transportasi.

Menurut penuturan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Meikyal Pontoh, dr Andra telah dirawat di RSUD Cendrawasih Dobo sejak Minggu (8/11) karena penyakit campak. Dia tak dapat ditangani dokter di tempat kerjanya karena fasilitas yang sangat terbatas sehingga harus dirujuk, namun sulitnya alat transportasi menjadi kendala.

Terlepas dari cerita memilukan itu, sesungguhnya banyak warga di pedalaman yang mengalami nasib serupa, namun luput dari perhatian.

“Kasus ini juga diharapkan jadi perhatian bagi Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Ini satu dokter saja yang meninggal, sebenarnya banyak warga di sana juga meninggal dengan kondisi yang sama karena kesulitan transportasi saat sakit,” ungkap Pontoh seperti dikutip dari Kompas.com.

Sistem transportasi di Kabupaten Kepulauan Aru memang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Sebab, ketersediaan prasarana transportasi yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru hingga kini masih tetap belum memadai. Apalagi bila dibandingkan dengan kondisi dan karakteristik fisik wilayah Kepulauan Aru  yang sebagian besar merupakan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil serta berbatasan langsung dengan negara lain. Kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya aksebilitas antar pulau, antar desa, dusun dengan pusat-pusat pertumbuhan yaitu ibukota Kecamatan dan ibukota Kabupaten.

Mutiara yang Tersembunyi

Terlepas dari keterbatasan sarana dan prasarana transportasi serta fasilitas kesehatan, sebenarnya Kepulauan Aru menyimpan berbagai potensi dan kekayaan alam yang tak banyak diketahui orang. 

Kabupaten Kepulauan Aru merupakan sebuah kabupaten kepulauan yang terletak di sisi tenggara Provinsi Maluku, berbatasan langsung dengan Australia di Laut Arafura. Kabupaten ini terdiri dari sekitar 187 pulau, dengan 89 di antaranya berpenghuni. Dengan tutupan hutan seluas 730 ribu hektare, di Kepulauan Aru tutupan hutan setara dengan 12 kali dari luas daratan Singapura.!break!

Kepulauan Aru sejak dahulu dikenal sebagai penghasil mutiara berkualitas tinggi, dan dikenal sebagai “Mutiara Dobo”. Selain itu juga dikenal ketika terjadi pertempuran di Laut Aru, yang menyebabkan Komodor Yos Soedarso beserta RI Macan Tutul tenggelam pada pertempuran tersebut.

Seratus limapuluh tahun lalu, dalam bukunya yang berjudul The Malay Archipelago, Alfred R. Wallace menuliskan beratus-ratus halaman tentang satwa endemik Kepulauan Aru seperti cenderawasih (Paradisaea apoda), kanguru pohon (Dendrolagus sp), kakatua hitam (Prebosciger aterrimus), kakatua aru jambul kuning (Cacatua galerita eleonora), kasuari (Casuarius casuarius).

Cendrawasih besar (Paradisaea apoda) yang terekam di Kepulauan Aru, Indonesia. (Tim Laman)

Kabupaten Kepulauan Aru juga memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat kaya dan belum diolah secara maksimal. Kekayaan alam tersebut tersebar merata di seluruh Kepulauan Aru, baik yang ada di daratan maupun lautan.

Di daratan, Kabupaten Kepulauan Aru memiliki lahan luas untuk peternakan, perkebunan dan pertanian. Selain itu, Kekayaan Alam berupa Hutan dengan Flora dan Fauna yang sangat kaya. Di Lautan, Kabupaten Kepulauan Aru dikenal sebagai sumber penghasil komoditi berbagai jenis ikan.

Sudah saatnya pemerintah mulai memperhatikan masyarakat di daerah terpencil dengan melakukan pembangunan sarana transportasi, kesehatan  serta fasilitas umum lainnya. Jika pemerintah pusat dan daerah bersinergi untuk membangun sarana dan prasarana transportasi serta fasilitas kesehatan di Kabupaten Kepulauan Aru, bukan tidak mungkin kabupaten ini menjadi “mutiara baru” bagi Indonesia.