Bintang-Bintang Tertua Mengungkap Wajah Awal Alam Semesta

By , Rabu, 14 September 2016 | 12:00 WIB

Jika pernah menatap langit malam dari tempat yang gelap, mungkin kita akan dapat melihat pusat dari Bima Sakti. Ada miliaran bintang di galaksi kita, dan astronom tertarik memilih bintang-bintang tertua dan mencari tahu tentang komposisi kimia serta gerakannya.

Selama beberapa dekade, astronom telah mencoba untuk mengetahui seperti apa wajah alam semesta setelah Big Bang. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bagaimana bintang-bintang pertama dan galaksi terbentuk. 

Tim astronom internasional yang dipimpin peneliti dari University of Cambridge dan  Australian National University, telah mengidentifikasi beberapa bintang tertua di galaksi kita. Bintang-bintang tua itu bisa berisi petunjuk penting tentang alam semesta awal, termasuk indikasi tentang bagaimana bintang-bintang pertama mati.

Bintang-bintang ini, yang telah berada di pusat dari Bima Sakti selama miliaran tahun, mengandung jumlah logam yang sangat rendah. Bintang-bintang tersebut juga mengandung jejak kimia yang menunjukkan bahwa bintang-bintang paling awal mungkin telah mengalami kematian spektakuler yang dikenal sebagai hipernova. Kematian ini, sepuluh kali lebih enerjik daripada supernova biasa.

Temuan ini juga bisa membantu dalam memahami seberapa banyak perubahan yang terjadi di alam semesta selama 13,7 miliar tahun terakhir.

Bintang minim logam

Tak lama setelah Big Bang, alam semesta seluruhnya terdiri hanya dari hidrogen, helium dan sejumlah kecil lithium. Sementara unsur-unsur yang lebih berat, baru muncul ketika bintang-bintang mati dalam kejadian supernova ataupun hipernova. Hal inilah yang menyebabkan para astronom untuk mencari bintang yang sangat minim logam, yaitu bintang dengan banyak hidrogen, tetapi hanya mengandung sangat sedikit unsur lainnya.

Menggunakan teleskop di Australia dan Chili, astronom mungkin telah menemukan strategi ampuh untuk menemukan bintang-bintang tertua di galaksi. Bintang dengan kandungan logam yang rendah terlihat sedikit lebih biru dari bintang lain. Hal ini menjadi perbedaan kunci yang dapat digunakan untuk menyaring jutaan bintang di pusat galaksi Bima Sakti.

Menggunakan gambar yang diambil dengan teleskop ANU SkyMapper di Australia, tim memilih 14.000 bintang yang berpotensi untuk kemudian diteliti lebih detail menggunakan spektrograf pada teleskop yang lebih besar. Sebuah spektograf memecah cahaya dari bintang seperti prisma, memungkinkan para astronom untuk membuat pengukuran rinci.

Setelah diseleksi, didapatlah 23 calon terbaik yang sangat minim logam yang mendorong peneliti untuk menggunakan teleskop besar di gurun Atacama di Chile. Dari data ini tim mengidentifikasi sembilan bintang dengan kandungan logam kurang dari seperseribu dari jumlah yang terlihat di matahari. Ada satu bintang dengan jumlah logam satu persepuluh ribu dan kini menjadi pemecah rekor untuk bintang paling miskin logam di pusat galaksi.

"Ada begitu banyak bintang di pusat galaksi kita. Menemukan bintang-bintang langka benar-benar seperti mencari jarum di tumpukan jerami," kata Dr Andrew Casey dari Cambridge Institut Astronomi.

"Penelitian ini menegaskan bahwa ada bintang kuno di pusat galaksi kita. Tanda kimia yang terdapat pada bintang-bintang menceritakan tentang sebuah zaman di alam semesta yang benar-benar tidak dapat diakses," kata Casey.

 "Alam semesta mungkin sangat berbeda sejak awal, tapi untuk mengetahui seberapa banyak perbedaannya, kita benar-benar harus meneliti bintang-bintang ini lebih dalam," tukasnya.