Kematian massal ikan di sepanjang Pantai Ancol, Jakarta Utara beberapa waktu lalu membuat geger masyarakat ibu kota. Puluhan ribu ikan mati memenuhi pantai sehingga menimbulkan aroma tak sedap.
Berdasarkan hasil survey cepat yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kematian massal ikan tersebut disebabkan oleh ledakan populasi fitoplankton dari jenis Coscinodiscus spp yang membuat kadar oksigen di air menurun.
Hasil analisis terhadap sampel air laut yang diambil di 7 titik sampling menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut di air pada 3 stasiun (stasiun 1, 2 dan 3) di Pantai Ancol sangat rendah. Kadar oksigen yang tersedia di air hanya sebesar 0,765 ml/L atau 1,094 mg/L. Padahal, dalam keadaan normal kadar oksigen seharusnya dapat mencapai 4-5 mg/liter. Rendahnya oksigen menjadi penyebab utama dari kematian masal tersebut.
Minimnya kadar oksigen di air laut tersebut disebabkan oleh ledakan populasi fitoplankton jenis Coscinodiscus spp. Hasil pengamatan menyatakan bahwa kepadatan phytoplankton tersebut mencapai 1-2 juta sel per liter.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil wawancara beberapa pekerja di pantai Karnaval Ancol dan karyawan PT. Jaya Ancol yang melakukan pengawasan kondisi perairan. Menurut mereka, pada hari Sabtu dan Minggu terjadi perubahan warna air menjadi lebih gelap dengan banyak bintik-bintik hitam. Pada hari Minggu kepiting dan ikan mulai mabuk. Pada hari Senin pagi hingga siang kematian masal ikan mencapai puncaknya.
Ledakan populasi fitoplankton biasanya dipicu oleh meningkatnya kadar fosfat dan nitrat di kolom air. Data survey menunjukkan bahwa kadar fosfat dan nitrat di stasiun 1, 2 dan 3 sangat kecil. Ini mengindikasikan adanya penyerapan atau pemanfaatan Fosfat dan Nitrat oleh fitoplankton sebelum terjadinya ledakan populasi.
Pintu air yang hanya ada satu di arah laut di Pantai Ancol membuat kondisi perairan menjadi stagnan. Perairan yang stagnan memungkinkan pertumbuhan algae menjadi cepat dan penurunan oksigen terjadi secara cepat dalam skala lokal.