Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Agus Heruanto Hadna menyayangkan definisi dan perameter kemiskinan di Indonesia hanya dilihat dari satu dimensi. Tak heran, menurutnya, jika kebijakan dan program pengentasan kemiskinan selalu diarahkan pada penciptaan lapangan kerja.
Menurut Hadna yang juga merupakan Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, logika berpikir yang diterapkan adalah bagaimana penduduk miskin mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Hal ini tidak salah, namun memahami persoalan kemiskinan mesti multidimensi. Kemiskinan di banyak tempat baik desa dan kota, Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur, Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa tidak lepas dari persoalan ketimpangan.
“Padahal, persoalan kemiskinan tidak sesederhana itu. Bukan hanya soal penghasilan yang rendah, tetapi juga ada persoalan akses terhadap pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Ada juga persoalan ketimpangan antarkelompok, antargenerasi, maupun antarwilayah,” paparnya, seperti yang tertulis di siaran pers PSKK UGM.
Program-program pengentasan kemiskinan di Indonesia pun mestinya melihat bagaimana mengatasi ketimpangan. Di banyak negara lain di dunia, bahkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) sudah memasukkan aspek ketimpangan dalam program pengentasan kemiskinan. Poin kesepuluh SDGs mengamanatkan untuk mengurangi ketimpangan (inequality) baik yang terjadi antarnegara maupun di dalam negara. Pertumbuhan ekonomi tidak cukup efektif untuk mengurangi angka kemiskinan. Maka, dimensi pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) perlu dilibatkan.
Untuk mengatasi ketimpangan di dalam negeri, Hadna mempersilakan masing-masing daerah untuk “mengembangkan indikator atau parameter kemiskinan yang lebih kontekstual.”
Indikator dan parameter kemiskinan lokal bisa lebih mencerminkan kondisi riil di masyarakat. Selain itu, bisa lebih mudah digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di masing-masing daerah. Adanya indikator dan parameter lokal diharapkan membuat program pengentasan kemiskinan menjadi lebih tajam dan peka terhadap kelompok rumah tangga sasarannya.