Pengentasan Kemiskinan lewat Indikator dan Parameter Lokal

By , Jumat, 4 Desember 2015 | 16:00 WIB

Indikator dan parameter kemiskinan lokal dianggap bisa lebih mencerminkan kondisi riil di masyarakat. Selain itu, bisa lebih mudah digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di masing-masing daerah.

Sebelumnya, Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Agus Heruanto Hadna mengatakan bahwa memahami persoalan kemiskinan haruslah multidimensi. Menurutnya, kemiskinan di banyak tempat baik desa dan kota, Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur, Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa tidak lepas dari persoalan ketimpangan.

Adanya indikator dan parameter lokal diharapkan membuat program pengentasan kemiskinan menjadi lebih tajam dan peka terhadap kelompok rumah tangga sasarannya.

Dalam siaran pers Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Hadna mengatakan, jika ini (program pengentasan kemiskinan di daerah) dilakukan, pemerintah pusat tetap harus menjadi fasilitator. Pemerintah pusat tetap harus berperan karena dana APBD pun berasal dari pusat. Namun, yang perlu dikurangi adalah intervensi berlebihan yang memaksa daerah untuk turut menerapkan satu kebijakan program yang sama bagi semua daerah.

“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu duduk bersama. Selama ini yang terjadi adalah pemerintah pusat punya program sendiri, pemerintah daerah pun demikian sehingga satu kelompok sasaran bisa mendapatkan program yang sama dari sumber yang berbeda,” jelas Hadna.

Carut-marut tata kelola dalam kebijakan program pengentasan kemiskinan juga tidak hanya terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada tingkat kementerian pun masing-masing memiliki program pengentasan kemiskinan. Kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan lintas sektoral, maka wewenang minimal berada di tangan presiden atau wakil presiden.

“Jika pemerintah menargetkan angka kemiskinan pada 2019 turun 8 sampai 7 persen, maka hal yang perlu dilakukan adalah membangun definisi, parameter, dan program kemiskinan yang lebih kontekstual dengan kondisi tiap daerah serta pembenahan tata kelolanya,” ungkap Hadna.