Mengurai Rumitnya Pemborosan Konsumsi Energi

By , Sabtu, 26 Desember 2015 | 17:00 WIB

Perkembangan ekonomi selalu diiringi dengan tingginya konsumsi energi. Hasil studi International Energy Agency (IEA) menyatakan penggunaan energi akan meningkat 50 persen pada 2050.

Di saat yang sama, emisi karbon akan menginjak nilai mengkhawatirkan dan menyebabkan perubahan iklim. Pada 2014 saja, suhu bumi tercatat berada pada hawa tertinggi, yaitu 0,8 celsius.

Lebih jauh lagi, peningkatan suhu udara juga mengancam kesehatan manusia. Kompas.com melansir, berdasarkan hasil penelitian The Lancet, sebanyak tujuh juta manusia terancam meninggal dunia setiap tahun akibat perubahan iklim.

“Perubahan Iklim membawa dampak terhadap kesehatan, harus ada yang dilakukan sekarang, untuk masa depan kemanusiaan,” kata Margaret Chan, Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) pada Konferensi Perubahan Iklim ke-21 di Paris.

Permasalahan ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Pasalnya, sejumlah wilayah di bibir pantai rawan tenggelam jika air laut pasang.

Efisiensi dan berkelanjutan

Beberapa negara telah menggiatkan inovasi untuk mengurangi intensitas penggunaan energi. Tiongkok melakukan penghematan energi setara dengan jumlah konsumsinya. Sementara itu, Presiden Joko Widodo menargetkan pemakaian energi terbarukan di Indonesia mencapai 23 persen hingga 2025.

“Untuk memenuhi target Presiden, rasanya kita harus secara aktif melakukan efisiensi energi pada semua bagian kehidupan. Bukan hanya hemat BBM, tapi juga dari sektor lainnya, misalnya listrik karena nantinya pun akan memakai sumber daya tak terbarukan, seperti batu bara,” kata Riyanto Mashan, Country President PT Schneider Electric Indonesia.

!break!

Ke depannya penggunaan energi sebisa mungkin dilakukan dengan efisien, berkelanjutan, dan terbarukan. Usaha ini sebaiknya dimulai baik oleh individu, rumah tangga, hingga sektor industri.

Perbaikan perilaku individu dalam rumah tangga dapat dilakukan dari hal terkecil, contohnya penggunaan lampu. Mengganti lampu biasa dengan lampu LED dapat menghemat sampai 80 persen energi listrik rumah.

“Dalam skala perusahaan, penting adanya pengukuran perihal keborosan energi. Bagaimanapun, sektor industri merupakan salah satu pengguna energi terbesar. Penghematan ini tidak hanya akan menjaga alam, tetapi juga menguntungkan perusahaan,” tambah Riyanto.

Misalnya, Green Mountain Data Center di Norwegia. Pusat data ini beroperasi memanfaatkan kondisi alam di sekitarnya untuk menghasilkan energi. Green Mountain Data Center menggunakan sistem pendingin air dari salju yang mencair dengan suhu rata-rata sekitar 8 persen. Selain itu, pengunaan UPS Schneider Electric Symmetra membantu menyalurkan energi ketika perangkat listrik pada pusat data mati.

Hasilnya, penggunaan listrik berkurang sebanyak 30 persen. Ini mempengaruhi peningkatan keuntungan sejalan dengan rendahnya biaya operasi. Peran setiap bagian dari masyarakat berpengaruh dalam menurunnya emisi karbon akibat penggunaan energi berlebih. Jika sudah begitu, perubahan iklim dan dampak buruknya pun dapat dihindari untuk menciptakan bumi yang lebih layak tinggal.