Satwa Liar Turut Jadi Korban Kisruh Politik

By , Minggu, 31 Januari 2016 | 10:00 WIB

Di saat suatu negara menghadapi ketidakstabilan politik, fauna mungkin akan sama menderitanya seperti populasi manusia. Untuk menilai dampak dari dampak sosial-ekonomi terhadap satwa liar, Eugenia Bragina, seorang ahli ekologi asal Rusia yang bekerja di North Carolina State University, telah mempelajari efek dari runtuhnya Uni Soviet pada delapan spesies mamalia besar: rusa, rusa kutub, rusa merah, rusa besar, babi hutan, beruang cokelat, lynx dan serigala abu-abu.

Semua menunjukkan fluktuasi populasi yang signifikan antara dekade sebelum dan setelah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991. Penurunan drastis terjadi pada spesies babi hutan, beruang coklat dan rusa setelah keruntuhan Uni Soviet. Penurunan tersebut diduga karena perburuan, hilangnya lahan pertanian tempat mereka mencari makan dan rendahnya penegakan hukum untuk perlindungan alam. Hanya serigala abu-abu yang mengalami peningkatan populasi. Jumlah mereka  meningkat lebih dari 150%, mungkin karena penghentian tindakan pengendalian populasi.

Eugenia Bragina berpikir bahwa bahkan spesies yang sangat umum mungkin perlu pemantauan khusus selama masa-masa konflik.

" Salah satu cara untuk melindungi hewan yaitu dengan menjaga kehidupan manusia,” ujar Bragina. Sebab, ternak juga dapat dipengaruhi oleh kekacauan politik dan sosial.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal internasional Rangifer menunjukkan bahwa jumlah rusa yang diternakkan turun tajam setelah tahun 1991, seperti pada tahun 1920-an, ketika Joseph Stalin menerapkan secara paksa pertanian kolektif di peternakan Soviet.