Tidak ada lagi suara khas kereta api memecah keheningan saat melalui Lembah Anai di Sumatera Barat. Semua telah usai dan menyisakan sebujur rel dan stasiun yang telah kusam karena tak terawat.
Sejarah kereta api di Sumatera Barat tak lepas dari penemuan tambang batubara berkalori tinggi di daerah Ombilin, Sawahlunto, dengan perkiraan cadangan mencapai 200 juta ton.
Untuk mempermudah pengangkutan, Pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api sepanjang 155 kilometer dari Sawahlunto hingga Pelabuhan Teluk Bayur yang dahulu bernama Emmahaven melalui Padang Panjang.
Selama 109 tahun, jalur tersebut digunakan secara rutin untuk mengangkut batubara dan penumpang. Seiring dengan berhentinya pasokan batubara dari Sawahlunto yang dikelola PT Bukit Asam, terhenti pula operasi rutin kereta api di jalur tersebut pada tahun 2003.Selain jalur Teluk Bayur-Sawahlunto, Belanda juga membangun jalur Padang Panjang–Bukittinggi-Payakumbuh-Limbangan sepanjang 72 km. Jalur ini dioperasikan untuk mengangkut hasil bumi dari pedalaman Sumatera Barat.
Seiring dengan berkembangnya transportasi darat, kereta api mulai tersisih dan tidak beroperasi sejak tahun 1973.
Saat ini hanya tersisa jalur Padang-Pariaman sepanjang 52 km yang masih secara rutin beroperasi setiap hari.Pemerintah daerah bersama PT KAI sempat beberapa kali berusaha mengoperasikan kereta api wisata dengan rute menyusuri Danau Singkarak yang menawan dari Solok atau Sawahlunto.Selain untuk membangkitkan dunia pariwisata juga untuk merawat jalur kereta dan kelengkapannya. Namun, saat ini rute wisata tersebut telah tutup.