Awalnya, kisah bangkai kapal Jepang yang tenggelam di Teluk Gorontalo berasal dari penuturan orang-orang tua. Mereka masih menyimpan ingatan kapal Jepang yang karam karena dibom pesawat sekutu pada Perang Dunia II. Bangkai kapal Jepang ini teronggok di kedalaman 34-52 meter dalam beberapa bagian terpisah. Terlihat lambungnya yang koyak bekas disengat peluru.
Adalah tim Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo yang berupaya membuka tabir informasi bangkai kapal tersebut, mereka terdiri dari enam penyelam. Selama beberapa hari, mereka melakukan penyelaman untuk melakukan survei awal. Survei ini bertujuan untuk mendeskripsikan fisik bangkai dan melakukan pengukuran kapal tersebut.
“Letaknya tidak jauh dari bibir Pantai Leato, kira-kira 100 meter ke arah tengah laut. Kami menentukan titik penyelaman berbekal informasi awal,” kata Romi Hidayat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo, Kamis (7/1/2016).
Bagi Romi dan penyelam lainnya, tidak mudah menjangkau bangkai kapal tersebut, apalagi terkendala sumber daya manusianya. Tabung yang digunakan tidak bisa digunakan di kedalaman lebih dari 50 meter.
“Bangkai kapal Jepang ini lumayan besar, kondisinya hancur dan sudah ditumbuhi karang. Proses pendokumentasiannya tidak bisa sempurna seperti yang diharapkan. Di kedalaman 50 meter kami hanya mampu bekerja 5-7 menit saja,” kata Romi.
Sejak awal, para penyelam sudah diingatkan bahwa misi ini adalah penyelaman dalam, pada kedalaman 50 meter bahaya dekompresi mengintai setiap penyelam. Pada awalnya kondisi laut tenang dengan visibilitas yang bagus. Para penyelam melakukan pencarian titik lokasi kapal Jepang teronggok di dasar Teluk Gorontalo. Pencarian tidak langsung menemukan bangkai kapal, para penyelam juga harus melakukan penyesuaian dengan tekanan air laut yang semakin tinggi setiap turun ke bawah.
Pada kedalaman 34 meter, buritan bangkai kapal diketahui, tertelungkup dengan bagian atas berada di bawah menutup dasar laut. Seluruh permukaanya ditumbuhi karang, namun baling baling yang berada di bagian atas masih terlihat. Bagian belakang berada di posisi yang mendekati titik pantai sementara bagian tengahnya ke arah tengah laut.
“Tidak ada meriam atau persenjataan dalam bangkai kapal, diperkirakan ini kapal kargo, bukan kapal perang,” kata Romi.
Di kedalaman yang tingkat visibilitasnya berkurang, para penyelam berupaya mengumpulkan informasi dengan melihat sekitar bangkai. Penyelam kemudian turun hingga menemukan bagian haluan yang sudah terpisah pada kedalaman 52 meter. Kondisinya tidak jauh berbeda dengan temuan pertama, karang sudah menutupi semua permukaan.
“Bangkai kapal sebenarnya parah menjadi tiga bagian, yang bagian haluan terpisah pada kedalaman 52 meter. Di bagian lambungnya ada lubang, yang kami perkirakan adalah bekas hantaman peluru,” papar Romi.
Di badan bangkai kapal ini masih bisa dilihat huruf A, sementara huruf lainnya sudah tidak terlihat lagi. Apakah ini kapal bernama Yoshimaru seperti yang dibicarakan masyarakat? Romi tidak mau berspekulasi. Namun anggota penyelam lain, Faiz memperkirakan berdasar literasi militer Amerika Serikat, bangkai kapal ini adalah Yoshimaru yang ditembak armada pesawat sekutu setelah beberapa mil meninggalkan Pelabuhan Gorontalo pada 22 Februari 1944. Tembakan pesawat sekutu membuat kapal Yoshimaru terbakar, namun tidak langsung tenggelam. Nahkoda masih memutar kapal untuk kembali ke pelabuhan sebelum akhirnya tenggelam.
“Kondisi bangkai masih 70 persen utuh, panjangnya 180 meter, kami memasuki ruang dalam kapal. Informasinya muatan kapal ini adalah kopra, namun ada juga yang mengatakan emas dalam jumlah banyak disertakan dalam kapal ini,” kata Faiz.
Setelah pendataan bangkai kapal ini, Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo memasang papan pengumuman bangkai kapal tersebut dalam perlindungan sebagai cagar budaya bawah air.