Zimbabwe Tak Akan Minta Maaf Telah Menjual Hewan Liar ke Cina

By , Jumat, 8 Juli 2016 | 12:00 WIB

Tahun lalu dilaporkan bahwa Zimbabwe telah mulai menjual gajah muda untuk China, hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan uang tunai untuk membantu program konservasi dana di taman nasional mereka. Praktek ini membawa kecaman internasional, terutama ketika gambar dari gajah remaja bermunculan, dan menunjukkan tanda-tanda tertekan ketika sedang dikondisikan untuk memegang pena. Sekarang, menteri lingkungan negara itu mengumumkan bahwa penjualan telah sukses, sehingga Zimbabwe akan meningkatkan ekspor hewan liar ke China.

Dalam menanggapi kritik internasional dari penjualan sebelumnya, ketika diperkirakan sedikitnya 100 gajah mulai usia dari lima hingga delapan tahun diambil dari alam liar dan dikirim ke Asia, menteri lingkungan, Oppah Muchinguri-Kashiri sepenuhnya menyesal. Ia memaparkannya dalam koran Zimbabwe, Herald. Ia menjelaskan telah berkeliling taman safari Chimelong di Guangzhou, di mana setidaknya 24 gajah muda di tempatkan di sana, Kashiri senang dengan kondisi di mana para gajah tetap aman.

"Kami akan meningkatkan jumlah gajah dan spesies lain untuk diekspor ke China, karena mereka telah melakukan pekerjaan yang baik dalam merawat hewan-hewan yang mereka telah beli dari kami," kata Muchinguri-Kashiri. "Kami tidak akan meminta maaf kepada siapa pun. Bahkan tidak sama sekali, karena mereka adalah gajah kami, orang-orang kami telah hidup dengan populasi besar gajah, dan menanggung kesulitan berinteraksi dengan mereka."papar Kishiri.

Zimbabwe nampaknya tidak akan berhenti dengan gajah saja. Menurut Muchinguri-Kashiri, Cina juga bertanya tentang babun, hyena, dan singa di antara yang lainnya. Tampaknya sedikit penjualan dari hewan-hewan tadi, dapat menghentikan penjualan hewan lebih banyak oleh bangsa ini.

Pada Oktober tahun lalu, pemburu meracuni lebih dari 60 gajah di Zimbabwe dan mengambil gading mereka, sehingga bisa dijual di pasar gelap. Diperkirakan bahwa tujuan untuk gading ini adalah negara-negara di Timur, seperti China dan Vietnam. Meskipun demikian, menteri lingkungan mengatakan bahwa Zimbabwe telah berpaling ke China untuk membantu dalam penyediaan keahlian anti-perburuan, dan teknologi untuk mencoba serta mencegah pembantaian tersebut terjadi lagi.

Dia juga berpendapat bahwa situasi saat ini di taman nasional, terutama Hwange di mana banyak gajah diburu, semakin mengerikan karena kekeringan berkelanjutan, sehingga menjual mereka sebenarnya adalah hal yang paling manusiawi untuk dilakukan.

"Ada kekeringan dan dengan segera gajah akan mati," lanjut Muchinguri-Kashiri. "Lebih baik kami menjual mereka, terutama bagi mereka yang bisa merawat mereka. Apapun pencela kami katakan, kami tidak keberatan."

Tampaknya bahwa meskipun kecaman luar biasa dari praktek menjual hewan liar, negara ini tidak benar-benar melanggar hukum internasional, dan akan terus melakukannya.