Indonesia meminta negara-negara yang sedang memperebutkan kepemilikan di Laut Cina Selatan untuk tetap menjaga ketenangan dan menghormati proses yang sedang berjalan, baik di tingkat bilateral, multilateral maupun arbitrase internasional.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi – dalam pernyataan pers tahunan di Jakarta – menegaskan bahwa stabilitas di kawasan strategis itu merupakan hal penting demi penyelesaian konflik secara damai.
"Indonesia akan terus mendorong agar code of conduct dapat segera diselesaikan. Sebagai negara non claimant state, Indonesia terus mendorong negara claimant untuk menyelesaikan sengketanya secara damai," kata Menlu Retno Marsudi.
Indonesia menegaskan kembali sikap ini karena dalam satu dua pembahasan, sempat disebut-sebut pula tentang kepemilikan Pulau Natuna yang berada di sekitar kawasan Laut Cina Selatan. Retno dalam pernyataan hari Kamis (7/1) menggarisbawahi kembali bahwa kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna sudah sangat jelas.
"Saya ingin menekankan bahwa kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna sudah sangat jelas.Pulau-pulau terluar pada Gugusan Natuna yang dijadikan titik dasar terluar wilayah Indonesia, telah ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957. Sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982, titik dasar ini telah didaftarkan di PBB tahun 2009," lanjutnya.
Retno juga menjelaskan meskipun berdasarkan garis pangkal terluar itu Indonesia memiliki tumpang tindih landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Malaysia dan Vietnam, tetapi lanjut Retno batas kontinen dengan kedua negara tersebut telah diselesaikan. Hanya batas ZEE masih dirundingkan.
Dalam perkembangan lain, Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat Tantowi Yahya mengatakan sangat yakin Indonesia dapat menjadi mediator bagi negara-negara yang bersengketa dalam kasus Laut China Selatan.
Menurutnya hal ini memungkinkan karena selain memiliki hubungan yang baik dengan negara-negara ASEAN yang bersengketa, antara lain Vietnam, Filipina dan Brunei Darussalam, Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan China.
Ditambahkannya, DPR telah menyetujui alokasi anggaran sebesar 450 miliar rupiah untuk memperkuat pangkalan militer TNI di Pulau Natuna, Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Laut China Selatan. TNI dinilai tidak saja harus memiliki pangkalan militer yang memadai di Pulau Natuna, tetapi juga personil dan alat utama sistem persenjataan atau alutsista.
"Natuna itu adalah wilayah yang paling jauh dan paling terluar sehingga misalkan terjadi apa-apa itu memakan waktu. Jadi dalam rangka penguatan wilayah itu sendiri apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, disitu dibutuhkan penguatan-penguatan misalkan penambahan prajurit, pembuatan fasilitas dan infrastruktur seperti pangkalan dan sebagainya. Jadi muaranya lebih pada penguatan diri dari kejadian yang tidak kita inginkan," kata Tantowi Yahya.
Letak Pulau Natuna yang sangat strategis di dekat kawasan Laut Cina Selatan dan sumber daya alam yang luar biasa, menjadikan kawasan ini diperebutkan banyak negara. Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam dan China merupakan beberapa negara yang mengklaim kepemilikan kawasan itu.