Peneliti: Kegagalan Pengobatan Malaria di Kamboja

By , Rabu, 13 Januari 2016 | 16:00 WIB

Malaria yang membawa parasit di bagian Kamboja telah mengembangkan perlawanan terhadap obat utama yang digunakan mengobati penyakit di Asia Tenggara,menurut penelitian pada Kamis dalam The Lancet Infectioud Diseases journal.

Obat the piperaquine, digunakan dalam percampuran dengan obat artemisinin yang sudah menjadi obat utama untuk mengobati penyakit malaria di Kamboja sejak 2008. Salah satu kombinasi ini juga merupakan perawatan yang masih efektif melawan multi-drug-resistant malaria yang sudah muncul di Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir. Kemudian memunculkan kekhawatiran para ahli dapat menyebar kembali ke bagian dunia lainnya.

"kegagalan pengobatan ini disebabkan oleh kedua artemisinin dan piperaquine saling berlawanan, dan umumnya terjadi di tempat-tempat dihydroartemisinin-piperaquine yang sudah digunakan diberbagai bagian-bagian tertentu." kata para peneliti.

Resistensi artemisinin sudah ditemukan di lima negara di Asia Tenggara yakni Kamboja, Laos,Myanmar, Thailand dan Vietnam. Resistensi antara kedua artemisinin dan obat-obatan ini digunakan ke dalam kombinasi sudah berkembang di beberapa wilayah di Kamboja dan Thailand.

Para Ahli sangat khawatir dengan perlawanan artemisinin ini akan menyebar ke sub-Sahara Afrika dimana sekitar 90 persen kematian terjadi akibat malaria.

"Karena beberapa terapi percampuran artemisinin sudah tersedia, dan karena perlawanan artemisinin kemungkinan akan mempercepat resistensi terhadap beberapa obat , pendekatan investigasi atau pengobatan alternatif sangat dibutuhkan," kata para peneliti.

Mereka menyarankan bahwa sebuah pengobatan alternatif harus diuji terlebih dahulu, mulai dari artesunate, pembentukan artemisinin, dicampur dengan mefloquine, dan obat lainnya yang memiliki perbedaan long acting partner drug.

Penyebaran intensif dari resistensi artemisinin di Kamboja dapat dengan cepat mengurangi kemanjuran terapi kombinasi artemisinin yang digunakan di negara dan di daerah yang berbatasan langsung dengan Vietnam, Laos, dan Thailand," kata artikel tersebut.Sekitar 3,2 miliar jiwa hampir setengah dari jumlah populasi di dunia beresiko terkena malaria, menurut WHO (World Health Organization).

Penelitian ini diproduksi oleh US National Institute of Allergy and Infectious Diseases.