Serangan terorisme di Sarinah, Jalan MH Thamrin, Kamis (14/1/2016) kemarin, menghebohkan dunia maya Tanah Air. Netizen cukup terkejut dan postingan bernada empati membanjiri media sosial. Melalui hastag #KamiTidakTakut, netizen Indonesia juga menyuarakan solidaritas masyarakat Indonesia—bahkan dunia—untuk tidak takut terhadap teror dan tetap melawan terorisme.
Beberapa jam berselang, di media sosial—tanpa mengabaikan empati terhadap keluarga korban, banyak beredar foto-foto dan postingan terkait serangan teror tersebut yang bernuansa humor. Mulai dari pembahasan tukang sate yang tampak santai mengipas dagangannya saat peristiwa berlangsung, anggota keamanan yang membeli mangga, hingga polisi-polisi "ganteng" yang bermunculan di tengah peristiwa tersebut. Gurauan tersebut, disadari atau tidak, ternyata mampu mengurangi ketegangan masyarakat akibat teror.
Hal ini mungkin menjelaskan mengapa beberapa psikolog mengklasifikasikan humor sebagai salah satu mekanisme pertahanan diri terhadap kecemasan yang paling “dewasa”. Alex Lickerman, seorang dokter dan juga wakil presiden di Pelayanan Kesehatan dan Konseling Mahasiswa Universitas Chicago menulis di Psychology Today, “Mampu menertawakan peristiwa traumatis dalam kehidupan kita sendiri tidak akan menyebabkan kita mengabaikan hal itu, tetapi sebaliknya, justru mempersiapkan kita untuk bertahan lebih baik terhadap peristiwa traumatis tersebut.”
Mampu menghadapi trauma dengan humor sangat baik dan dianggap sebagai sinyal baik dalam pemulihan psikologis. Meskipun, memang butuh waktu untuk mampu bergurau atas peristiwa traumatis.
Secara luas, mampu menertawakan trauma segera setelah peristiwa terjadi menjadi sinyal baik untuk diri kita sendiri dan orang lain bahwa kita percaya pada kemampuan kita untuk menghadapinya.!break!
Tawa adalah Senjata
Sekilas dari penjelasan diatas, bisa dikatakan bahwa tawa bisa dianggap senjata terbaik untuk melawan penderitaan dan putus asa. Jika kita dapat bergurau tentang kekecewaan atau peristiwa traumatis, kita akan merasa bahwa apa yang terjadi pada kita tidaklah terlalu buruk dan kita akan bisa melaluinya.
Saat dihadapkan dengan kesulitan, beberapa orang menunjukkan kemampuan besar untuk beralih ke humor sebagai obat yang menenangkan, sementara beberapa yang lain tetap kurang mampu melakukannya. Hal ini bisa jadi merupakan akibat perbedaan dalam asuhan. Mungkin juga, sebagian besar dari kita tidak mencoba tertawa karena terlalu kewalahan oleh penderitaan atau karena kita menganggap tertawa dalam menghadapi penderitaan merupakan suatu hal yang tak pantas.
Bagaimana pun, bersedih itu wajar dan empati tetap diperlukan. Namun faktanya, tawa benar-benar bisa mendorong kita lebih cepat pulih. Ketika berhadapan dengan kesulitan, trauma atau berita buruk, kita tetap memerlukan tawa dan humor. Kita harus mencoba menemukan hal apa pun yang bisa membuat kita bisa melawan rasa takut. Karena, alih-alih terfokus pada dampak negatif dari peristiwa mengerikan, kita bisa fokus menertawakan hal tersebut melalui perspektif yang membuatnya lucu. Dengan begitu, secara tidak sadar, kita telah mengaktifkan senjata ampuh untuk melawan penderitaan.