Lahan yang semakin terbatas, memaksa masyarakat untuk tinggal di hunian vertikal, seperti apartemen atau rumah susun. Hanya, kelemahan tinggal di hunian vertikal ini adalah terbatasnya tempat terbuka untuk anak bermain. Namun tentu saja, rumah tapak juga belum tentu memiliki tempat terbuka yang bisa dimanfaatkan anak untuk bermain.
"Sekarang lahan makin sedikit. Hal ini sedikit memaksa orang untuk tinggal di hunian vertikal. Sekarang apartemen-apartemen dua kamar bisa ditempati oleh pasangan dengan satu anak. Tapi, kadang cenderung sempit," ujar arsitek Sigit Kusumawijaya.
Ia mengaku prihatin dengan kondisi lahan yang semakin menipis. Menurut Sigit, ketersediaan lahan yang kurang ini bisa berdampak pada anak-anak.
Jika anak-anak tinggal di lingkungan yang sempit, mereka harus mencari taman bermain yang letaknya cukup jauh dari rumah atau apartemen.
Padahal, anak-anak membutuhkan taman bermain untuk berinteraksi dengan lingkungan, baik dengan anak-anak lainnya maupun dengan alam.
"Taman bermain itu bisa berfungsi untuk anak agar mengeksplorasi mengenal kehidupan. Kalau dikungkung di apartemen kasihan juga, jadi tidak berkembang," jelas Sigit.
Ia menyarankan para orangtua untuk mencari lingkungan yang tepat bagi anak-anaknya. Lingkungan yang sehat bagi anak-anak adalah dengan mencari taman bermain sedekat mungkin dengan hunian.