Aktivitas Manusia Menghambat Zaman Es Selanjutnya

By , Senin, 18 Januari 2016 | 08:00 WIB

Para peneliti dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim mengatakan bahwa campur tangan manusia moderat dengan keseimbangan karbon alam planet ini dapat menyebabkan kita melewati siklus glasial. Penelitian ini dipublikasi dalam jurnal Nature.

"Bahkan tanpa perubahan iklim buatan manusia, kami memperkirakan awal zaman es baru tidak lebih awal 50.000 tahun dari sekarang," jelas penulis utama, Andrey Ganopolski. "Namun, penelitian kami juga menunjukkan bahwa variabel moderat tambahan, antropogenik CO2-emisi dari pembakaran minyak, batubara dan gas relatif sudah cukup menunda jaman es selama 50.000 tahun. Intinya adalah bahwa pada dasarnya kita melewatkan siklus glasial secara keseluruhan, yang belum pernah terjadi sebelumnya."

Para peneliti menulis bahwa hubungan antara insolasi (radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi) dan konsentrasi karbon dioksida telah memungkinkan untuk menjelaskan delapan siklus glasial terakhir.

"Hasil penelitian kami menunjukkan adanya hubungan fungsional yang unik antara insolasi musim panas dan CO2 di atmosfer, untuk awal skala besar pertumbuhan lapisan es yang tidak hanya menjelaskan masa lalu, tetapi juga memungkinkan kita untuk mengantisipasi masa mendatang, ketika awal glasial mungkin terjadi lagi," kata Ganopolski.

Menggunakan sistem pemodelan yang membawa catatan atmosfer, laut, es dan siklus karbon global pada saat yang sama, para peneliti menganalisis volume es di belahan bumi utara.

"Karena waktu hidup CO2 antropogenik di atmosfer sangat lama, masa lalu dan masa depan emisi memiliki dampak yang signifikan pada waktu dimulainya glasial berikutnya," kata rekan penulis, Ricarda Winkelmann. "Analisis kami menunjukkan bahwa sedikit emisi karbon tambahan, kemungkinan besar akan mempengaruhi evolusi lapisan es belahan bumi utara selama puluhan ribu tahun, dan emisi CO2 masa depan moderat antropogenik dari 1000-1500 gigaton karbon terikat untuk menunda zaman es berikutnya setidaknya 100.000 tahun." Pungkas para peneliti.