Menjemput Tamu dengan Pasukan Berkuda ala Flores

By , Sabtu, 23 Januari 2016 | 09:00 WIB

Senja mulai beralih di balik Gunung Komba, di Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur. Saat senja itu mau beralih, bergegaslah sekelompok warga Suku Rongga dengan pasukan kudanya menuju ke Jembatan Waemokel. Jembatan Waemokel adalah pintu masuk tamu-tamu dan wisatawan dari arah Flores bagian Timur. Jembatan Waemokel merupakan jembatan perbatasan antara Kabupaten Ngada dengan Kabupaten Manggarai Timur.

Ada apa di jembatan Waemokel sehingga warga bergegas dengan kudanya? Oh, ternyata, ada kunjungan Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere. Biasa disapa Frater Ledalero itu sedang mengadakan liburan di Paroki Santo Arnoldus Waelengga selama seminggu.

Rombongan Frater Ledalero itu didampingi Pater Ignas Ledot, SVD dengan menyewa bus Halleluya, jurusan Maumere-Bajawa. Mereka tiba di Jembatan Waemokel pukul 17.30 Wita.

Umat Paroki Santo Arnoldus Waelengga sudah menunggu di pinggir Jalan di sekitar Jembatan tersebut. Sebagian menggunakan sepeda motor. Berbeda dengan umat dari kampung Lekolembo menjemput kunjungan para Frater itu dengan pasukan kuda. Warga Suku Rongga merupakan peternak sehingga mereka memiliki tradisi menjemput tamu dengan menggunakan kuda.

Ritual “Kepok”

Sebelum rombongan para Frater itu diarak, Tua adat Suku Seso, Damianus Tarung menggelar ritual kepok. Ritual Kepok merupakan satu cara orang Manggarai Timur menyapa tamu yang memasuki wilayah ulayatnya.

Tawu yang sudah diisi Moke Lokal dan seekor ayam jantan menyambut Frater Ledalero. Tawu adalah buah yang berbentuk bulat dan besar. Tawu itu sebagai tempat menyimpan tuak oleh tetua adat di wilayah Manggarai Timur. Sapaan dengan bahasa adat dilakukan oleh tetua adat tersebut. Sapaan itu diterima oleh Pater Ignas. 

!break!

Sesudah ritual ini dilaksanakan, mulailah konvoi menyambut Frater dari Jembatan Waemokel menuju ke Pastoran Gereja Santo Arnoldus Waelengga. Pertama-tama kendaraan bermotor berada di paling depan, diikuti pasukan berkuda dengan hiasan bendera Merah Putih di kudanya. Penunggangnya berpakaian adat khas Suku Rongga. Di bagian terakhir, bus Halleluya bersama rombongan para frater.

Setiba di Pastoran Paroki, rombongan disambut lagi dengan ritual adat dari tetua adat Suku Rongga. Tokoh adat sekaligus tokoh budaya Manggarai Timur, Markus Bana menyambut tamu dengan kepok.

Pastor Ignas Ledot, SVD kepada KompasTravel menjelaskan, penjemputan dengan pasukan berkuda dari Suku Rongga sangat luar biasa. Selama saya berpendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero sampai menjadi Imam, saya pertama merasakan penjemputan dengan berkuda.

“Penjemputan dari Umat Paroki Santo Arnoldus Waelengga dengan pasukan kudanya sangat berkesan. Sangat terasa nuansa budaya dengan penjemputan pasukan. Saya bangga dengan umat Paroki Santo Arnoldus yang masih melestarikan budaya menjemput tamu dengan berkuda,” jelasnya.

Pastor Paroki Santo Arnoldus Waelengga, Romo Hieronimus Jelahu, Pr kepada KompasTravel menjelaskan, tradisi menjemput tamu dengan berkuda atas inisiatif Umat Waelengga. Tradisi menjemput Tamu ini menjadi Ikon yang khas di Paroki ini.

Pastor yang sering disapa Romo Roy menjelaskan, awalnya pasukan berkuda dari Suku Rongga ini ditampilkan saat menjemput tamu dari Keuskupan Ruteng pada kegiatan Hari Pangan Sedunia (HPS) pada Oktober 2015 lalu. Dari situ, rasa percaya diri umat untuk menggiatkan kembali tradisi menjemput Tamu dengan berkuda terus ditingkatkan.