Ngarai Raksasa Diduga Tersembunyi di Bawah Es Antartika

By , Kamis, 21 Januari 2016 | 07:00 WIB

Menggunakan citra satelit dan gelombang radio, peneliti telah menemukan petunjuk keberadaan ngarai berkedalaman 0,6 mil dan panjang lebih dari 680 mil. Sebagai perbandingan, Grand Canyon di Arizona berkedalaman rata-rata 1 mil, dan panjangnya 277 mil.

Sekarang, mereka berharap untuk mengkonfirmasi penemuan di lapangan. “Menemukan jurang raksasa baru merupakan prospek yang menggiurkan,” ujar Martin Siegert, ilmuwan Bumi di Imperial College London. “Ahli geosains di Antartika yang melakukan percobaan untuk mengkonfirmasi apa yang kami lihat dari data awal.”

Siegert dan rekan-rekannya mempublikasikan temuan mereka di jurnal Geology. Ngarai diduga berada di Antartika Timur, di wilayah yang disebut Princess Elizabeth Land. Peneliti mencoba mengukur ketebalan es di area yang sedikit dijelajah ini, ketika mereka menemukan bukti jaringan sungai besar di bawah es glasier.

Mereka menduga bahwa jaringan sungai tersebut mungkin termasuk danau glasial seluas 483 meter persegi yang belum ditemukan sebelumnya. Menurut peneliti, danau dan ngarai ini bisa jadi lebih tua dari lapisan es itu sendiri, atau mereka bisa saja diukir oleh air yang mengalir di bawah gletser.

“Petunjuk lanskap bawah es berasal dari data satelit NASA, ESA, U.S. National Snow and Ice Data Center dan agensi lain,” ujar peneliti Neil Ross dari Newcastle University, yang berpartisipasi dalam studi tersebut.

Selain itu, International Climate and Environmental Change Assessment Project (ICECAP) telah melakukan radio-echo sounding (RES) di area tersebut, menggunakan pantulan gelombang radio untuk mengukur fitur geografis. Pengukuran ini mengkonfirmasi keberadaan setidaknya beberapa ngarai dengan kedalaman hingga 0,6 mil. Survey gema radio terbaru akan dibutuhkan untuk menganalisis jaringan secara detail, tulis peneliti dalam jurnal mereka.

“Ini adalah wilayah Bumi yang lebih besar daripada Inggris, dan kita hanya tahu sedikit tentang apa yang ada di bawah es,” kata penulis utama, Stewart Jamieson, dari Durham University di Inggris.

“Bahkan, di bawah Antartika kurang dikenal jika dibandingkan permukaan Mars. Jika kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dari lanskap yang terkubur, kita akan lebih siap untuk memahami bagaimana lapisan es merespon perubahan iklim.”