Indonesia Kritik Pemberian Penghargaan Khusus dalam ASEANTA Awards 2016

By , Sabtu, 23 Januari 2016 | 07:01 WIB

Wajah I Gde Pitana memerah. Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Luar Negeri Kementerian Pariwisata ini tampak gusar. Ia beberapa kali memotong ucapan yang disampaikan Aileen C. Clemente, Presiden ASEAN Tourism Association (ASEANTA) usai pemberian penghargaan tingkat regional di Manila, Filipina, Jumat (22/1).

"Saya kembali tanyakan, apakah Anda sudah menginformasikan soal ini dalam rapat sebelumnya?" ucap Pitana dengan nada tinggi. "Tolong katakan bahwa penghargaan adalah sebuah kesalahan, karena kami tidak pernah mendapatkan informasi sebelumnya soal ini. Bagaimana mekanisme pengajuannya, lalu siapa yang memilih, dan di website (ASEANTA) pun sama sekali tidak ada keterangan soal ini."

Kegusaran profesor di bidangan pariwisata ini mendadak menjadi perhatian sejumlah delegasi dan media yang meliput gelaran ASEAN Tourism Forum 2016. Debat yang terjadi di muka ruangan pemberian penghargaan memang mudah mendapatkan pandangan dari siapa saja.

Aileen, yang juga menjabat sebagai Ex Officio Philippines Travel Agencies Association, berupaya menjelaskan latar belakang pemberian penghargaan khusus itu. Ia tak sendiri. Di sebelahnya, ada Elly Hutabarat, yang tergabung sebagai anggota dewan asosiasi pelaku industri pariwisata di wilayah Asia Tenggara.

"Kami memberikan penghargaan khusus itu dengan kriteria jelas, yaitu kemanusiaan. Memang tidak ada kaitannya dengan pariwisata. Tetapi, kami memandang perlu adanya pemberian penghargaan ini. Dan, kami sudah membahasnya dalam pertemuan kami di Bangkok (Thailand) beberapa waktu lalu. Para (perwakilan) NTO (National Tourism Organization) juga sudah mengetahuinya," Aileen berupaya menjelaskan kepada Pitana di hadapan sejumlah jurnalis yang datang dari Jakarta. Elly yang berada di sisinya mengangguk.

Pitana tidak puas dan menyergah penjelasan itu. "Tidak. Kami sama sekali tidak mengetahui hal itu. Kami tidak pernah mendengar adanya rencana pemberian penghargaan itu. Juga tidak ada mekanisme yang jelas. Jadi, apakah Anda mengakui hal ini sebagai sebuah kesalahan?"

Aileen dan Elly terkejut atas pertanyaan Pitana. "Kami punya catatan rapat (yang membahas rencana pemberian penghargaan). Kami bisa mengeceknya. Yang pasti, kami memilih dan memutuskan bersama anggota dewan (ASEANTA). Dan, sama sekali tidak tekanan atau pengaruh politik dalam hal ini."

"Pemberian penghargaan khusus ini memang baru pertama kali diberikan. Pada waktu pemilihan, kami juga menunggu usulan dari NTO. Semangat kami adalah ASEAN bersama, tetapi kami sangat menghargai kritik ini. Tolong sampaikan kepada kami bagaimana kita maju terus ke depan," Aileen yang terus berupaya menyakinkan Pitana.

Pitana yang tidak juga puas atas penjelasan itu akhirnya perdebatan lebih dari setengah jam itu. Jawaban Aileen dan Elly membuat wajah pejabat di kementerian ini kian memerah.

Dalam ajang 29th ASEANTA Award for Excellence 2016, ada enam kategori yang dipertandingkan. Setiap negara dari 10 anggota ASEAN (diwakili oleh pemerintah, industri wisata, dan asosiasi-asosiasi penerbangan, destinasi, pertemuan dan konvensi, perhotelan, restoran, dan unsur pariwisata lainnya) dapat mendaftarkan calon peserta untuk tiap kategori sesuai aturan main yang tercantum dalam situs web perkumpulan ini. Berkas pendaftar yang telah terkumpul di meja panitia ini, kemudian menjalani proses seleksi oleh juri.

Usai melalui proses pendaftaran, seleksi, dan penjurian, acara yang dinantikan pun tiba. Pengumuman pemenang dilakukan pada saat acara puncak ASEAN Tourism Forum, yang dihadiri oleh para menteri pariwisata di wilayah ini.

Pada gelaran ke-29 itu, pokok perkara muncul. Kementerian Pariwisata Indonesia terkejut atas pemberian penghargaan khusus yang diberikan kepada Kementerian Pariwisata di Sabah Malaysia. Indonesia merasa tidak pernah mendapatkan informasi yang transparan atas pemberian untuk kategori "mendadak" itu.

!break!

Indonesia: Juara Umum

Dengan menyisihkan penghargaan khusus itu, Indonesia berhasil menjadi juara umum dalam ASEAN Awards 2016. Ketiga kategori yang berhasil diboyong ke tanah air itu antara lain: Kategori Best ASEAN Tourism Photo, Agung Parameswara dengan karya fotografi berjudul "Morning In Bromo, Indonesia." Foto bidikan anak Bali ini mengambil angel pemandangan Bromo, salah satu dari 10 destinasi prioritas nasional. Foto dengan bingkai pariwisata yang amat mengesankan.

Kategori lainnya adalah, Best ASEAN Cultural Preservation Effort, yang dimenangi Saung Angklung Mang Udjo, Bandung. Tokoh yang begitu peduli dengan musik tradisional Sunda, Jawa Barat. Hadiah itu diterima Taufiq Hidayat, Manajer Saung Mang Udjo.

Sementara itu, kategori ketiga yang berhasil mengalahkan lawan-lawannya adalah Best ASEAN Travel Article, dengan tema "The Perfect Wave" di Colour Magazine, Garuda Indonesia. Sentot Mujiono, Vice President Asia Region yang menerima award itu.

Menteri pariwisata Arief Yahya yang duduk di atas panggung panjang bersama seluruh menteri itu ikut berdiri dan mendampingi para penerima piala. Begitupun Wakil Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Mas Ermieyati binti Syamsudin dan Singapura yang turut di atas stage dengan latar belakang big screen multimedia. "Kemenangan itu direncanakan!" ucap Arief Yahya.

"Awarding di level regional dan global itu harus kita rebut. Istilahnya kalibrasi, yakni kalau kita mengikuti kriteria yang berstandar internasional, yang sudah teruji dan terbukti di destinasi kelas dunia, itu sudah pasti baik. Otomatis, objek wisata kita juga available dengan wisman yang sudah berpengalaman internasional juga," kata dia.

Selain itu, lanjut Arief, award juga membuat kita semakin confidence, percaya diri, bahwa kualitas layanan dan atraksi yang dimiliki tidak kalah dari negara lain. Melihat potensi pariwisata Indonesia, memang tidak boleh merasa rendah diri apalagi merasa rendah. "Award juga mendongkrak kredibilitas kita di dunia internasional. Apalagi award itu diperoleh dengan cara-cara yang fair, betul-betul karena kualitas, dan dikeluarkan oleh lembaga yang kredibel," lanjut Mantan Dirut PT Telkom itu.

"Indonesia harus menjadi leader, pemimpin di regional ASEAN dan menuju ke global. Penghargaan dari ASEANTA dan UN-WTO itu adalah bukti, lanjut Arief, bahwa jika serius, tidak ada yang tidak bisa. Mengejar award, dengan segala kriteria itu, secara otomatis akan mendekatkan diri pada standar dunia. "Ada 14 pilar yang kita pakai sebagai acuan, yang juga dijadikan alat ukur competitiveness index oleh World Economic Forum (WEF). Jadi, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Membangun destinasi dengan standar dunia, membuat objek wisata semakin bagus, bisa dikompetisikan di tingkat dunia dan berpotensi menang!" kata dia.

Karena itu Arief menargetkan untuk menyapu bersih ASEANTA Award tahun depan. Sekaligus menemukan destinasi baru yang akan diformat menjadi calon-calon jawara. "Sekaligus ajang kompetisi yang fair. Kita punya banyak potensi kok?" sebutnya. Menpar menyebut 10 destinasi unggulan yang akan menjadi 10 "Bali baru". Dari Toba, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Pulau Seribu Jakarta, Borobudur Jawa Tengah, Bromo Jawa Timur, Mandalika Lombok, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara.

!break!

Penghargaan untuk Memperkuat Pemasaran

Pengamat ekonomi yang juga founder MarkPlus Hermawan Kertajaya memperkuat asumsi Menpar Arief Yahya itu. "Kalau Brand Equity kuat, maka ada beberapa benefit. Indonesia akan makin masuk Consideration Set para turis yang mau milih destinasi. Terutama bagi yang belum punya Awareness tinggi terhadap Indonesia," jelas Hermawan.

Lalu, lanjut dia, Country Brand Association Indonesia akan menjadi makin tajam sesuai dengan kategori awards yg diperoleh. "Ini sangat penting untuk masuk dalam segmen yang pas dengan kategori yang bersangkutan," ungkap Hermawan. Di sinilah, pentingnya memperkuat dan mempertajam branding Wonderful Indonesia di semua lini, termasuk memenangi persaingan di awarding.

Apa lagi? "Ya. Menguatkan keyakinan customer dalam bentuk guarantee pada customer yang tercermin pada price differentiation. Dengan begitu, dampaknya bukan hanya pada jumlah turis dan kunjungan yang akan datang, tapi juga spending-nya ketika berada di Indonesia," pungkas Hermawan.